Sebuah
kegiatan atau program yang dilakukan oleh seseorang atau sekolompok orang, pada
umumnya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut dapat dicapai
apabila tujuannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga dapat
mengetahui dan mengimplementasikan cara-cara yang tepat untuk mencapai tujuan
tersebut. Oleh karenanya, seseorang atau sekolompok orang dapat melakukan proses
evaluasi untuk mengetahui seberapa tepat cara-cara yang digunakan untuk meraih
tujuan tersebut. Proses evaluasi yang dilakukan tidak sekedar untuk mengetahui
ketepatan pelaksanaan, tetapi dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan ketercapaian suatu tujuan.
Evaluasi memiliki
definisi tertentu yang membedakannya dari kegiatan lain. Evaluasi
dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk menentukan nilai tentang sesuatu,
termasuk mendapatkan informasi yang bermanfaat (Worhen
& Sanders, 1973: 19), sehingga penyediaan informasi yang ada dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputuasan (Stufflebeam & Shinkfiled, 1985: 159), yang ditunjukkan sebagai
suatu proses terstruktur dalam menciptakan informasi untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian stakeholder tentang
suatu program (McDavid & Howthorn, 2006: 3),
supaya setiap data yang dihasilkan lebih akurat dan objektif karena
dilaksanakan secara sistematik (Sudarsono, 1994: 3). Oleh karena itu, evaluasi
penting dilakukan untuk mencari informasi-informasi yang lebih akurat tentang
pelaksanaan suatu program.
Memilih model evaluasi yang digunakan untuk
mencapai tujuan program harus
disesuaikan dengan masalah dan
tujuan dari evaluasi itu
sendiri. Terdapat banyak model evaluasi yang dikembangkan dewasa ini,
seperti delapan model evaluasi yang
dapat dipakai dalam mengevaluasi
sebuah program (Kaufman & Thomas, 1980: 109),
yaitu: Goal Oriented Evaluation
Model; Goal Free Evaluation Model; Formative Summative Evaluation Model; Countenance
Evaluation Model; Responsive Evaluation Model; CSE-UCLA Evaluation Model; CIPP
Evaluation Model; and Discrepancy
Model. Selain itu, terdapat pula model-model evaluasi yang lain, seperti: Kirkpatrick, System Bell, Ciro, Saratoga Institut, IBM,
Xerox, dan CIPP (Badrun Kartwowagiran, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, maka akan
dideskripsikan tentang model-model evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi
sebuah program. Tujuannnya adalah untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
keberhasilan program yang dijalankan. Adapun model yang akan dideskripsikan adalah
model CIPP dan IBM. Kedua model ini akan dibahas lebih jauh terkait dengan kebermanfaatnnya
dalam mengevaluasi sebuah program.
Model-model
evaluasi dewasa ini, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan. Ada pula
yang memodifikasi model-model tersebut sesuai dengan kebutuhan, seperti model
CIPP yang dimodifikasi menjadi CIPPO. Dewasa ini, model evaluasi tidak hanya
diterapkan dalam bidang pendidikan saja, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai
bidang, seperti manajemen, maupun perusahaan. Misalnya, model evaluasi IBM.
Untuk
melakukan evaluasi dengan menggunakan model CIPP dan IBM, maka terlebih dahulu
harus memahami pengertian, tujuan, kelebihan dan kekurangan, serta implementasinya.
Model
evaluasi yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan kawan-kawanya pada tahun
1967 di Ohio State University ini
merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator
untuk mengevaluasi berbagai program yang dilaksanakan. Dalam dunia pendidikan
Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu Context, Input, Process, dan Product, sehingga model evaluasi yang
ditawarkan diberi nama model CIPP yang merupakan singkatan dari ke empat
dimensi tersebut. Model CIPP merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah dimensi
dari suatu program. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang
memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem karena
memiliki dimensi yang lengkap. Sudjana &
Ibrahim (2004: 246), menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut
dengan makna sebagai berikut.
a.
|
Context
|
:
|
Situasi
atau latar belakang yang memengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi
pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan, seperti
masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan pandangan
hidup masyarakat.
|
b.
|
Input
|
:
|
Sarana/modal/bahan
dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
|
c.
|
Process
|
:
|
Pelaksanaan
strategi dan penggunaan sarana/modal/bahan di dalam kegiatan nyata di
lapangan.
|
d.
|
Product
|
:
|
Hasil
yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem pendidikan
yang bersangkutan.
|
Berdasarkan
pengertian yang ada, maka tujuan dari model CIPP adalah untuk mengambil
keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program.
Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Stufflebeam bahwa tujuan evaluasi adalah
(1) untuk menetapkan dan menyediakan informasi yang bermanfaat untuk menilai
keputusan alternatif; (2) membantu audience untuk menilai dan mengembangkan
manfaat program pendidikan atau objek, dan (3) membantu pengembangan kebijakan
dan program.
Setiap model evaluasi program tentu memiliki kelebihan
dan kekurangan. Begitu juga dengan model evaluasi CIPP. Adapun kelebihan dan
kekurangan model CIPP (Widiyoko, 2009) ,
yaitu:
a. Kelebihan
Kelebihan
dari model evaluasi CIPP adalah sebagai berikut.
1.
Lebih komperensif di antara model
lainnya. Karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga
mencakup konteks, masukan, proses, dan hasil.
2.
Memiliki pendekatan yang holistik
dalam evaluasi karena bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail dan luas
terhadap proyek, mulai dari konteksnya hingga saat proses implementasi.
3.
Memiliki potensi untuk bergerak di
wilayah evaluasi formatif dan sumatif, sehingga sama baiknya dalam membantu
melakukan perbaikan selama program berjalan maupun memberikan informasi final.
b.
Kekurangan
Selain memiliki kelebihan,
model evalusasi CIPP juga memiliki kelemahan. Berikut ini beberapa kelemahan
model evaluasi CIPP, yaitu:
1.
Penerapannya di dalam program
pembelajaran di kelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika
tidak dimodifikasi.
2.
Terlalu mementingkan bagaimana
proses seharusnya daripada kenyataaan di lapangan.
3.
Kesannya terlalu top down dengan sifat majerialnya dalam
pendekatannya.
4.
Cenderung fokus pada rational management ketimbang mengikuti
kompleksitas realitas empiris.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap model evaluasi tentu memiliki
kelebihan dan kekurangan. Begitu pun dengan model evaluasi CIPP. Oleh
karenanya, sebelum menggunakan model evaluasi CIPP untuk mengevaluasi sebuah
program, perlu diperhatikan tujuan dilakukan evaluasi terhadap program
tersebut, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat agar dapat memberikan
rekomendasi dengan cara yang tepat.
Setelah
melihat pengertian, tujuan, kelebihan dan kekurangan, selanjutnya akan
diuraikan bagaimana implementasinya dalam penelitian. Disini kami mengambil
beberapa contoh penelitian dalam artikel jurnal yang menggunakan model evaluasi
CIPP.
a.
Implementasi model CIPP pada Penelitian Nyayu
Khodijah tahun 2012. Tentang evaluasi program peningkatan kualifikasi guru
madrasah di Sumatera Selatan. Penelitian yang dimuat dalam Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan bertujuan untuk mengevaluasi program
peningkatan kualifikasi guru, khususnya yang dilaksanakan oleh Kementerian
Agama terhadap guru madrasah, dan untuk menilai apakah program yang berjalan
telah memberikan dampak yang diharapkan. Penelitian dilakukan menggunakan
metode deskriptif evaluatif dengan model evaluasi konteks, input, proses dan
produk (context, input, process, product,
CIPP), dan difokuskan pada evaluasi proses dan produk. Responden penelitian
ini adalah guru madrasah yang menjadi peserta program kualifikasi angkatan pertama.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik angket dan wawancara, sedangkan
analisis data menggunakan teknik analisis kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan program peningkatan kualifikasi guru madrasah
sebagian besar telah berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Dampak yang
dirasakan oleh guru dengan diterapkannya program ini terlihat pada peningkatan
kompetensi mengajar, peningkatan karier, serta peningkatan kesejahteraan, namun
dampaknya pada kemungkinan penerapan materi perkuliahan yang diperoleh masih
belum optimal (Khodijah, 2012) .
b.
Penelitian Guili Zhang, Nancy
Zeller, Robin Griffith, Debbie Metcalf, Jennifer Williams, Christine Shea, and
Katherine Misulis, tahun 2011. Tentang “Using
the Context, Input, Process, and Product Evaluation Model (CIPP) as a Comprehensive Framework to Guide the
Planning, Implementation, and Assessment of Service-learning Programs”. Penelitian
ini menggunakan evaluasi model CIPP secara menyeluruh sebagai petunjuk perencanaan,
implementasi, dan penilaian program layanan belajar (Zhang, dkk, 2011).
Model evaluasi ini
dikembangkan oleh Norman F. Estrin pada tahun 1990. Model ini merupakan
singkatan dari INTERNATIONAL BUSSINES MACHINE. Model ini digunakan untuk mengevaluasi program pelatihan, yang
terdiri dari 4 dimensi, yaitu: reaction,
testing, application, and bussiness results. Adapun penjelasan setiap
dimensi dari model ini adalah sebagai berikut.
1.
Reaction :
Kebermanfaatan program yang dirasakan oleh peserta
program.
2.
Testing :
Penilaian peningkatan pengetahuan dan keterampilan
peserta.
3.
Application : Penerapan
keterampilan baru dalam pekerjaan.
4. Business Results : Manfaat bagi perusahan dalam bentuk mata uang.
Karena
referensi untuk model evaluasi ini sangat terbatas, maka kami hanya menjelaskan
tentang pengertian dan dimensi model ini. Sedangkan untuk contoh
implementasinya dalam artikel jurnal sangat jarang digunakan.
Evaluasi diartikan sebagai proses
pencarian informasi, penemuan informasi, dan
penetapan informasi yang dipaparkan secara sistematis tentang perencanaan,
nilai, tujuan, manfaat, efektifitas, dan
kesesuaian sesuatu dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan
rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan keputusan atas program yang dilaksanakan. Evaluasi harusnya sesuatu
yang familiar dalam dunia pendidikan dan lembaga lainnya. Lembaga pendidikan sudah
seharusnya mengadakan evaluasi rutin di setiap program yang dilaksanakannya.
Evaluasi yang dimaksud bukan hanya
sekedar penilaian, tetapi
evaluasi terhadap sebuah program
secara menyeluruh. Evaluasi
sangat berguna untuk menentukan apakah
sebuah program layak diteruskan, direvisi, atau menghentikan program
karena dianggap sudah tidak bermanfaat. Selain
itu, evaluasi juga akan mengukur ketercapaian setiap program yang sudah dilaksanakan melalui
penggunakan model-model evaluasi sesuai dengan tujuan program itu sendiri.
Misalnya saja menggunakan model evaluasi CIPP d untuk melihat keterlaksanaan
program secara keseluruhan, dan model IBM untuk melihat keefektifan program
pada sebuah perusahaan.
Oleh karena itu, evaluasi bisa
diterapkan di dalam proses pembelajaran dalam kelas, evaluasi kebijakan,
evaluasi proses, evaluasi dampak, evaluasi untuk pengembangan, maupun dalam
bidang yang lain seperti dalam perusahaan. Karenanya, evaluasi hendaknya
membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program,
pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan, dan dukungan dari mereka
yang terlibat (Tayibnapis, 2008: 4).
REFERENSI
Kaufman, R., & Thomas, S. (1980). Evaluation without fear.
New York: New Viewpoints.
Khodijah, N. (2012). Evaluasi program peningkatan
kualifikasi guru madrasah di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, 16(1), 348-364.
McDavid, J. C., & Howthorn, L. R. (2006). Program
evaluation and performance measurement: an introduction to practice.
California: Sage Publications, Inc.
Stufflebeam, D. L., & Shinknfield, A. J. (1985).
Systematic Evaluation: A Self Instruction Guide to Theory and Practice.
Camridge: Kluwer Academic Publishers.
Sudarsono, F. X. (1994). Penelitian evaluasi.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian UNY.
Sudjana, N., & Ibrahim. (2004). Penelitian
dan penilaian pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Tayibnapis, F. Y. (2008). Evaluasi program dan
instrumen: Evaluasi untuk program pendidikan dan penelitian. Jakarta :
Rineka Cipta.
Widiyoko, E. P. (2009). Evaluasi program
pembelajaran: panduan praktis pendidik dan calon pendidik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Worhen, B. R., & Sanders, J. R. (1973). Educational
evaluation: Theory and practice. Ohio: Charles A. Jones Publishing
Company.
Zhang, d. G. (2011). Using the context, input,
process, and product evaluation model (CIPP) as a comprehensice framework to
guide the planning, implementation, and assesment of service-learning
programs. Journal of Higher Education Outreach and Engagement, 15(4),
57-84.
No comments:
Post a Comment