Pages

Popular Posts

Monday, November 20, 2017

MAKALAH - Model Evaluasi Responsif Stake dan Model Evaluasi Kirkpatrick



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Kelompok Praktek Evaluasi Program yang berjudul “Model Evaluasi Kirkpatrick dan Responsive Stake”. Tugas kelompok ini merupakan karya tulis yang disusun untuk memenuhi tugas kelompok semester ganjil mata kuliah praktek evaluasi program pada program pasasarjana Peneleitian dan Evaluasi Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya atas bantuan, motivasi, bimbingan dan doa dari semua pihak selama proses penyusunan tugas ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah praktek evaluasi program, Ibu Prof. Dr. Trie Hartiti Retnowati atas bimbingannya yang sangat membantu kami pada proses perkuliahan hingga penyusunan tugas ini.
Teriring harapan dan doa semoga atas segala bantuan, bimbingan serta dukungan baik secara moril maupun materil yang telah diberikan kepada kami, semoga mendapatkan balasan yang lebih sempurna dari Allah subhanahu wa ta’ala. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan kekurangan-kekurangan yang mungkin masih ada dalam tugas kelompok ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan analisis butir soal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta,   November 2017


Penulis

DAFTAR ISI
     
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
A. Model Evaluasi Kirkpatrick.................................................................................. 1
1.  Empat Tahap Evaluasi Kirkpatrick......................................................... .... 1
a. Evaluasi Reaksi................................................................................... .... 1
b. Evaluasi Belajar................................................................................... .... 1
c. Evaluasi Perilaku................................................................................. .... 2
d. Evaluasi Hasil..................................................................................... .... 2
2.  Kelebihan dan Kekurangan......................................................................... 3
a. Kelebihan............................................................................................ .... 3
b. Kekurangan......................................................................................... .... 3
3.  Penerapan Model Evaluasi Kirkpatrick (Review Jurnal)......................... .... 3
B. Model Evaluasi Responsive Stake........................................................................ 5
1. Tiga Fase Model Evaluasi Responsive Stake............................................... 5
2. Tiga Kriteria Model Evaluasi Responsive Stake.......................................... 6
3. Pola Pikir Stake........................................................................................ .... 7
4. Langkah-Langkah Proses Pelaksanaan Model Evaluasi Responsive....... .... 7
5. Kelebihan dan Kekurangan Model Evaluasi Responsive........................ .... 10
6.  Penerapan Model Evaluasi Kirkpatrick (Review Jurnal)......................... .... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 13
LAMPIRAN ............................................................................................................. 14










MODEL EVALUASI KIRKPATRICK DAN RESPONSIVE STAKE

A.           MODEL EVALUASI KIRKPATRICK
Kirkpatrick merupakan salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick (1998) dalam Eko Putro Widoko (2010) mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 reaction, level 2 learning, level 3 behavior, dan level 4 result.
Menurut Badu (2013: 76-77) Kirkpatrick memperkenalkan model evaluasinya pertama kali pada tahun 1975. Model ini diakui memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana, dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi dari suatu program pelatihan.
Kirkpatrick adalah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam konteks pengembangan sumber daya manusia. Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal sebagai Kirkpatrick Four Levels Evaluasi Model. Menurut Kirkpatrick (1998), evaluasi efektivitas program pelatihan melibatkan empat tingkatan yang berbeda, yaitu, Level 1 Reaksi, Level 2 Belajar, Level 3 Perilaku, dan Level 4 Hasil.
1.             Empat Tahap Model Evaluasi Kirkpatrik
(a)          Evaluasi Reaksi (Reaction Evaluation)
Pertama evaluasi reaksi,  peserta mengacu pada pengukuran tingkat kepuasan. Sebuah program pelatihan dianggap efektif bila menyenangkan dan memuaskan kepada para peserta, sehingga mereka termotivasi untuk belajar dan berolahraga lebih banyak. Dengan kata lain, para peserta pelatihan akan termotivasi ketika proses pelatihan berjalan dengan cara yang memuaskan dan berhasil mengundang tanggapan memuaskan dari para peserta. Di sisi lain, ketika peserta merasa tidak puas dengan program pelatihan, mereka tidak akan termotivasi untuk melanjutkan ke sesi berikutnya.
(b)          Evaluasi Belajar (Learning Evaluation)
Kedua, evaluasi belajar. Kirkpatrick (1998: 20) learning dapat didefinisikan sebagai sejauh mana peserta mengubah sikap, meningkatkan pengetahuan, dan / atau meningkatkan keterampilan sebagai hasil dari menghadiri program”. Studi menunjukkan bahwa pelatih dapat memberikan peserta dengan tiga hal penting, yaitu, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Peserta pelatihan dikatakan untuk mendapatkan sesuatu dari pelatihan ketika mereka menunjukkan sikap yang berbeda, pengetahuan ditingkatkan, dan keterampilan ditingkatkan.
(c)           Evaluasi Perilaku (Behaviour Evaluation)
Ketiga evaluasi perilaku berbeda dari tingkat evaluasi kedua, penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap karena kegiatan pelatihan, yang bersifat internal di alam; Sementara itu, penilaian perilaku difokuskan pada perubahan perilaku setelah peserta pelatihan kembali ke tempat kerja. Kriteria keberhasilan untuk tingkat evaluasi 3 adalah perubahan dalam sikap ketika para peserta telah menyeluruh dengan pelatihan dan menerapkan hasil. Oleh karena itu, penilaian perilaku eksternal di alam.
(d)          Evaluasi Hasil (Result Evaluation)
Keempat, evaluasi hasil difokuskan pada hasil program pelatihan. Dalam konteks pembelajaran, model evaluasi menargetkan hasil pelatihan yang dirasakan oleh siswa.
Secara ringkas, empat level evaluasi menurut Donald L. Kirkpatrick dalam The Kirkpatrick Four Levels™:  A Fresh Look After 50 Years  1959 – 2009 (2009:3)  adalah:
Tabel 1: The Kirkpatricks Four Level

Senada seperti yang dikemukakan oleh Badu di atas, P.Tamkin, J. Yarnall, dan M. Kerrin  (2002:3) mengatakan bahwa kerangka paling terkenal dan paling banyak digunakan untuk mengklasifikasikan evaluasi adalah model Kirkpatrick. Model ini terdiri dari empat tahap, awalnya digambarkan sebagai langkah tapi dijelaskan lebih baru-baru oleh Kirkpatrick (1996) tingkat evaluasi adalah:
(1)                  Level 1: Reaksi - apa peserta memikirkan program, biasanya diukur dengan menggunakan kuesioner reaksi.
(2)                  Level 2: Belajar - perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, atau sikap sehubungan dengan tujuan pelatihan, dengan menggunakan tes kinerja.
(3)                  Level 3: perilaku - perubahan perilaku pekerjaan yang dihasilkan dari program ini, untuk mengidentifikasi apakah pembelajaran sedang diterapkan. Metode penilaian meliputi observasi dan produktivitas data.
(4)                  Level 4: Hasil - kontribusi bottom-line dari program pelatihan. Metode termasuk mengukur biaya, kualitas dan laba atas investasi.

2.             Kelebihan dan Kelemahan  Model Evaluasi Kirkpatrick
a.             Kelebihan
(1)                  Model ini memiliki alur logika yang sederhana dan mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas dan tidak berbelit-belit.
(2)                  Model ini bisa digunakan untuk mengevaluasi berbagai macam jenis pelatihan dengan berbagai macam situasi.
b.      Kelemahan
(1)                  Evaluasi model ini mengasumsikan bahwa input dalam suatu program pelatihan dianggap sudah terstandar; dan
(2)                  Kesulitan mengukur dampak program pelatihan terhadap kenaikan produktifitas, sebab sering kali ditemui bahwa kenaikan produktifitas disebabkan oleh demikian banyak faktor.

3.             Penerapan Model Evaluasi Kirkpatrick
Nama Penulis :   Mehwish Rafiq
Judul              : Training Effectiveness and Trainee Performance in a Voluntary Training Program
Jurnal/Tahun  :   Journal of Management Sciences/ 2013
Tempat           :   Pakistan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas pelatihan penerbangan internasional Pakistan dengan menerapkan empat tingkat Model Kirkpatrick terdiri dari reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil. Pelatihan dan pengembangan  dalam penelitian ini untuk meningkatkan dan memperbarui keterampilan, pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk tampil lebih baik.
Kriteria/Standar yang diguanakan adalah model kirkpatrickPenelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dan fenomenologis.  Pendekatan post-positifis (kuantitatif) yaitu dengan  tes soal pilihan ganda pada individu atau kelompok presentasi. soal pilihan ganda berbasis  tes tentang pengetahuan dari hasil pelatihan, ujian praktek, uji eksperimental. Pendekatan fenomenologis (Kualitatif) yaitu dengan wawancara jika diperlukan atas dasar hasil pelatihan, memodifikasi kebijakan, meningkatkan program pelatihan, atau diusulkan program pelatihan baru.
Dengan menggunakan model kirkpatric, model terdiri dari lima evaluasi yang memiliki tingkat berbeda. Pertama evaluasi reaksi dari peserta yang telah melalui proses pelatihan, kedua berapa banyak pembelajaran yang dicapai selama sesi pelatihan, ketiga perubahan apa yang telah terjadi dalam perilaku karena pelatihan khusus, keempat apa hasil bisnis yang berasal dari pelatihan.
Karyawan penerbangan internasional Pakistan. Penelitian ini adalah cross sectional dengan teknik random. Peserta dari yang berbeda bagian untuk setiap tingkat tapi isi yang sama, sehingga efektivitas setiap tingkat adalah mencari tahu secara terpisah.   Sumber datanya adalah peserta pelatihan, teknik pengumpulan datanya dengan teknik cros-secsional.
Analsis data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu kuantitatif dan kualitatif. Analisis data secara kuantitatif dengan melakukan perhititungan dan penskoran dari angket yang telah diisi oleh informan/karyawan pelatihan. Sedangkan analisis data secara kualitatif, sesuai dengan kebutuhan data kualitatif, analisis dan pengumpulan data berlangsung serentak. Analisis data ini dengan membuat  transkripsi data selama wawancara. Setelah transkrip data, kemudian mengkoding transkrip data pada dokumen transkrip hard copy. Setelah transkripsi, penyortiran data yang telah dilakukan di soft copy yang diikuti dengan penyaringan. Ini adalah pengkodean dasar yang dilakukan untuk tipologi dan taksonomi. analisis  Ini adalah jenis terbuka dan aksial coding masing-masing.
Temuan dalam evaluasi ini terdapat empat level efektifitas dari temuan setelah adanya pelatihan dengan model Kirkpatrick, yaitu: (1) efektivitas level 1, dari wawancara mendalam telah diidentifikasi bahwa tujuan pelatihan soft skill berhasil. Isi dari pelatihan yang sangat efektif, hampir 70%  yang sangat erat terkait dengan isi pekerjaan dari semua peserta, (2) efektivitas level 2, dengan wawancara mendalam telah mengetahui bahwa pengetahuan peserta ditingkatkan dan kurva belajar mereka meningkat. Bahkan mereka menggunakan pengetahuan ini dalam kehidupan profesional dan pribadinya juga, (3) efektivitas level 3, dari pelatihan ini, sikap dan perilaku karyawan berubah dan itu ditunjukkan dalam kinerja mereka. Spesialisasi batin mereka keluar, tingkat kepercayaan mereka meningkat, keterampilan mereka meningkat, (4) efektivitas level 4 telah terlihat  perubahan besar dalam perilaku karyawan. Produktivitas secara keseluruhan dan efisiensi karyawan dan kesediaan mereka terhadap pekerjaan telah meningkat. Para pimpinan meyatakan bahwa  setelah pelatihan ini produktivitas bawahan mereka membaik. Mereka menyarankan bahwa seperti sesi pelatihan ini sangat penting bagi keberhasilan organisasi dan mengubah pola pikir karyawan dan manajemen. Selain kelebihan-kelebihan tersebut, pada model kirkpatrick ini terdapat kelemahan, yaitu dari sesi panjang hari jam yang membuat peserta pelatihan  kelelahan dan secara keseluruhan durasi waktu yang terlalu pendek sesuai desain isi untuk pelatihan.

B.            MODEL EVALUASI RESPONSIF STAKE
1.             Tiga Fase Model Evaluasi Responsive Stak
Model evaluasi responsif (responsive evaluation model) dikembangkan pada tahun 1975 oleh Robert Stake. Evaluasi menurut Stake adalah usaha mendeskripsikan program-program dan memberikan judgement kepadanya. Stake mengatakan bahwa evaluasi tidak sempurna jika tidak memberikan judgement. Dalam memberikan judgement dapat digunakan standar atau kriteria absolute (mutlak) atau relatif. Stake menawarkan tiga fase dalam evaluasi, yakni antecedent (pendahuluan atau persiapan), transaction-process (transaksi, proses implementasi) dan outcomes (keluaran atau hasil). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.                   Antecedent dimaksudkan untuk menilai sumber/modal/input, seperti tenaga keuangan, karakteristik siswa dan tujuan yang ingin dicapai.
b.             Tahap transaksi dimaksudkan untuk menilai rencana kegiatan dan proses pelaksanaannya, termasuk ke dalamnya urutan kegiatan, penjadwalan waktu, bentuk interaksi yang terjadi dan seterusnya.
c.                   Outcomes dimaksudkan untuk menilai efek dari program setelah selesai dilaksanakan.
Untuk lebih ringkasnya perhatikanlah tabel 2, berikut ini:
Tabel 2: Fase Evaluasi menurut Stake

Tahap
Deskripsi
Judgement
Antecedent
Tujuan (merupakan tujuan/ sasaran dan efek-efek yang diinginkan).
Mengumpulkan data tentang aktivitas dan kejadian selama tahap ini, mendeskripsi kondisi yang ada.
Standar kriteria yang antecedent (persiapan) digunakan sebagai dasar perbandingan..
Judgement (proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).
Transaksi
Tujuan (melaksanakan program).
Observasi (perilaku nyata sehari-hari dari peserta, pelaksana termasuk penggunaan media, tes, dst).
Standar kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan.
Judgement (proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).
Outcomes
Tujuan (hasil-hasil apakah yang dirumuskan atau diramalkan)
Observasi mengumpulkan data
Standar kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan.
Judgement (proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).

2.             Tiga Kriteria Model Evaluasi Responsive Stake
Dibandingkan dengan pendekatan lainnya, evaluasi responsif lebih berorientasi pada aktivitas, keunikan dan keragaman sosial dari program. Evaluasi responsif adalah sebuah pendekatan untuk evaluasi pendidikan dan program lainnya. Evaluasi responsif ditandai oleh ciri-ciri penelitian kualitatif naturalistik. Evaluasi responsif percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu mencari pengertian isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, yang berminat, dan yang berkepentingan dalam program. Wirawan (2011: 89) mengatakan bahwa pada awalnya Stake menamai model evaluasi ini Countenance of Educational Evaluation, sedangkan Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinfield (1985) memberi nama model ini sebagai Client-centered Evaluation atau evaluasi yang berpusat pada klien. Menurut Stake, evaluasi disebut responsif jika memenuhi tiga kriteria:
a.              Lebih berorientasi secara langsung kepada aktivitas program daripada tujuan program
b.             Merespon kepada persyaratan kebutuhan informasi dari audiens
c.              Perspektif nilai-nilai yang berbeda dari orang-orang dilayani dilaporkan dalam kesuksesan dan kegagalan dari program.

3.             Pola Pikir Stake mengenai Evaluasi
Evaluator melayani berbagai jenis klien termasuk para guru, para administrator sekolah, pengembang kurikulum, pembayar pajak, para legislator, dan masyarakat pada umumnya yang sering mempunyai perbedaan kebutuhan. Para evaluator harus berinteraksi secara terus-menerus untuk merespons kebutuhan para kliennya. Kunci dalam evaluasi responsif adalah evaluator harus mau mendengarkan audience-nya. Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinfield (1985) mengemukakan pola pikir Stake mengenai evaluasi sebagai berikut.
a.              Evaluasi harus membantu audiens untuk melihat dan memperbaiki apa yang mereka lakukan karenanya disebut evaluasi berpusat pada klien.
b.             Para evaluator harus melukiskan program-program dalam katan dengan faktor-faktor yang mendahului, transaksi, dan manfaat evaluasi.
c.              Yang harus diteliti pada evaluasi antara lain efek sampingan, pencapaian insidensial, dan manfaat dari program.
d.             Para evaluator harus menghindari membuat kesimpulan akhir sumatif, ia harus mengumpulkan, menganalisis, dan merefleksikan penilaian berbagai pemangku kepentingan yang mempunyai minat terhadap objek evaluasi.

4.             Langkah-Langkah Proses Pelaksanaan Model Evaluasi Responsif Stake
a.                     Evaluator mengidentifikasi jenis dan jumlah setiap pemangku kepentingan (responden)
Apabila jenisnya banyak maka harus diranking berdasarkan pentingnya setiap pemangku kepentingan bagi program, karena evaluasi memiliki keterbatasan sumber dan waktu pelaksanaan evaluasi. Misalnya, dari identifikasi ditemukan 10 jenis pemangku kepentingan yang harus direspon. Jadi, dari 10 jenis tersebut diambil 4 jenis pertama dalam ranking. Kemudian dari 4 jenis pemangku kepentingan tersebut diidentifikasi jumlah setiap pemangku kepentingan. Selanjutnya, dari jumlah tersebut ditarik sampel untuk masing-masing pemangku kepentingan secara proporsional.
b.                     Melakukan dengar pendapat dengan pemangku kepentingan.
Evaluator dapat mengunjungi sampel pemangku kepentingan secara langsung dan berbincang-bincang dengan mereka atau mengumpulkan mereka di suatu tempat. Dengar pendapat merupakan bagian dari penelitian pendahuluan.
c.                      Menyusun proposal evaluasi.
Proposal evaluasi disusun dengan memerhatikan pendapat para pemangku kepentingan. Misalnya, pernyataan evaluasi dan jenis informasi yang akan dijaring memerhatikan kebutuhan dan harapan para pemagku kepentingan mengenai program.
d.                     Melaksanakan evaluasi.
Dalam melasanakan evaluasi selain harus melaukan komunikasi dengan pimpinan da staf program, evaluator harus juga melaukan komunikasi dengan para pemagku kepentingan.
e.                      Membahas hasil evaluasi dengan para pemangku kepentingan.
Draf hasil evaluasi di samping dibahas dengan pimpinan dan staf proyek juga dibahas dengan para pemangku kepentingan. Masukan, kritik, dan saran dari mereka sebayak mungkin harus diperhatikan. Akan tetapi, dapat terjadi para pemagku kepentingan mempunyai pendapat yang bertentangan dan tidak mungkin untuk disatukan. Dalam keadaan seperti ini evaluator dapat menekankan pada salah satu pemangku kepentingan yang dominan jumlahnya, akan tetapi juga menguraikan pendapat yang lainnya.
f.                      Pemanfaatan hasil evaluasi.
Evaluator mendorong para pemangku kepentingan untuk menerima dan memanfaatkan hasil evaluasi.
Agar lebih mudah dipahami, langkah-angkah roses pelaksanaan Model Evaluasi Responsif Stake digambarkan dalam gambar berikut ini:









Gambar 1: Proses Model Evaluasi Responsif
Sumber: Wirawan, 2011: 91

Model ini menekankan pada pendekatan kualitatif naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program pembelajaran. 
Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif.
Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tidak langsung dengan interpretasi data yang impresionistik. Langkah-langkah kegiatan evaluasi meliputi observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding) peserta didik, dan mengembangkan desain/ model.




5.             Kelebihan dan Kekurangan Model Evaluasi Stake
a.                     Kelebihan
Kelebihan pendekatan responsif adalah kepekaannya terhadap berbagai titik pandangan, dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigu dan tidak fokus. Demikian juga evaluasi responsive dapat mendorong proses perumusan masalah dengan cara menyediakan informasi yang dapat membantu kita memahami isu secara lebih baik.
b.                     Kekurangan
Keterbatasan pendekatan responsif adalah keengganannya membuat prioritas atau penyederhanaan informasi untuk pemegang keputusan dan kenyataan yang praktis tidak mungkin menampung semua sudut pandang dari berbagai kelompok. Evaluator dalam pendekatan responsif ini, harus dapat menempatkan diri di posisi orang lain. Dia tidak boleh membuat kesimpulan kepastian pada sumber data primer. Evaluator bertindak sebagai konselor, menolong peserta program, memperjelas pengertian mereka tentang programnya sendiri. Evaluator harus dilatih melakukan teknik-teknik penelitian kualitatif. Ini termasuk strategi open ended atau strategi akhir terbuka untuk pengumpulan data, seperti observasi dan wawancara yang semi-struktur. Ini termasuk juga teknik mengorganisir dan analisis data kualitatif.

6.             Penerapan Model Evaluasi Responsive Stake
Nama Penulis : Froukje C Weidema, Bert AC Molewijk, Frans Kamsteeg, Guy AM Widdershoven
Judul              : Aims and Harvest of Moral Case Deliberation
Jurnal/Tahun  :   Journal of Nursing Ethics/ 2013
Tempat           :  Netherland

Moral Case Deliberation (MCD) adalah sebuah pelatihan di bidang kesehatan. Untuk memantau proses dan hasil MCD, evaluasi proses responsif dilakukan. Desain ini didorong oleh nilai-nilai demokrasi, partisipatif dan dialogis yang sama seperti MCD. Dengan menggunakan strategi evaluasi yang responsif, partisipasi aktif pemangku kepentingan yang optimal diperoleh, sehingga memenuhi prinsip-prinsip demokrasi, dialogis dan partisipatif secara bersamaan.
Dalam evaluasi responsif, isu (harapan, kekhawatiran, kontroversi) semua pemangku kepentingan diselidiki untuk mendapatkan pemahaman yang luas tentang praktik yang dievaluasi dari sudut pandang orang dalam. Respons yang responsif secara ketat mencakup suara semua pemangku kepentingan dalam proses yang dievaluasi (bandingkan evaluasi generasi keempat Guba dan Lincoln), tidak hanya sebagai pemberi informasi tetapi juga penasihat dan mitra.
Dengan secara sistematis memfasilitasi dialog antar kelompok pemangku kepentingan, eksplorasi isu-isu yang bermakna sangat dianjurkan. Kegiatan evaluasi bertujuan pada beberapa tujuan secara simultan, seperti mengumpulkan data empiris dan memfasilitasi saling belajar antar pemangku kepentingan selama percakapan ini. Dalam proses ini, peneliti berfungsi sebagai fasilitator, mengumpulkan data bersama dengan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dan memfasilitasi pembelajaran, kerja sama dan partisipasi.
Dengan mengikuti metodologi responsif, desain penelitian berkembang dalam percakapan dengan para pemangku kepentingan dan berfokus pada kompetensi moral seperti belajar dari perspektif lain dan menunda penilaian pribadi. Seperti MCD, evaluasi responsif sejalan dengan prinsip etika hermeneutika yang menggunakan dialog sebagai kendaraan utama.
Dalam evaluasi yang responsif, 'pengguna' MCD yang sebenarnya mendapat suara. Oleh karena itu artikel ini memberikan wawasan tentang perspektif dan pengalaman dari praktik, bukan dari pakar etika. Peneliti evaluasi yang responsif tidak beroperasi sebagai ahli dari luar tetapi belajar melalui isu-isu yang diajukan oleh responden itu sendiri.
​​Langkah dan temuan penelitian pada gilirannya mengilhami praktik untuk memperbaiki pekerjaan yang sesuai, membangun praktik. Dengan cara ini, desain evaluasi responsif mendorong praktisi untuk secara aktif berkontribusi pada peningkatan praktik sehari-hari mereka. Dalam hal generalisasi, hasil penelitian evaluatif yang responsif dapat ditandai sebagai isu unik dan unik yang berasal dari pemangku kepentingan itu sendiri, berfungsi sebagai bahan pembelajaran untuk praktik yang sebanding (generalisasi naturalistik Publikasi mengundang pembaca untuk mendapatkan persamaan dengan miliknya sendiri. praktek, sehingga pengalaman yang dijelaskan dapat mendukung perbaikan praktik dalam inisiatif dukungan etika lainnya.
Penggunaan model responsive dalam penelitian di jurnal ini sangat tepat. Langkah-langkah yang digunakan sesuai, yatitu: (1) evaluator mengidentifikasi jenis dan jumlahs etiap pemangku kepentingan, (2) melakukan dengan pendapat dengan pemangku kepentingan, (3) menyusun proposal evaluasi, (4) melaksanakan evaluasi, (5) membahas hasil evaluasi dengan para pemangku kepentingan, (6) pemanfaatn hasil evaluasi.



DAFTAR PUSTAKA

Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kirkpatrick, D.L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.
Kirkpatrick D L (1996). ‘Great ideas revisted: revisting Kirkpatrick’s four-level model’. Training and Development, Vol 50 (1), Januari, pp. 54-57.
P. Tamkin, J. Yarnall, M. Kerrin 2002. Kirkpatrick and Beyond: A review of models of training evaluation. Great Britain: The Institute For Employment Studies.
Wirawan. (2011). Evaluasi: teori, model, standar, aplikasi, dan profesi. Jakarta: Rajawali Pers



No comments:

Post a Comment