Pages

Popular Posts

Sunday, July 31, 2016

Esai - Peran Strategis Pendidikan Pascasarjana di Era MEA



Pendidikan Pascasarjana yang SMART dalam Menghadapi MEA
Di era modern seperti saat ini masyarakat dihadapkan oleh berbagai tuntutan zaman, salah satunya adalah globalisasi. Masyarakat sudah harus siap dengan globalisasi terutama dalam bidang ekonomi. Berpijak pada hal tersebut maka suatu negara tidak bisa terlibat dalam ekonomi global tanpa adanya masyarakat global. Banyak negara di kawasan Asia Tenggara yang mulai memahami akan hal tersebut, oleh karena itu dibentuklah suatu komunitas masyarakat global di kawasan Asia Tenggara agar bisa turut serta berperan dalam perekonomian global. Komunitas masyarakat global tersebut adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang merupakan salah satu program dari Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. Pada pelaksanaannya MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Sepuluh negara anggota ASEAN yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos, Thailand, Myanmar, dan Filipina akan menjadi kesatuan pasar dan basis produksi sekaligus menjadi suatu komunitas besar yang mendorong kemajuan antar negara anggota. MEA mampu menghilangkan batas perekonomian antar negara anggota ASEAN baik itu dalam hal barang dan jasa, bursa saham, pasar modal, investasi, ekspor-impor, ketenagakerjaan, dan lain sebagainya. Melalui MEA besar harapan masyarakat agar ASEAN menjadi kawasan makmur, stabil, berdaya saing tinggi, adil dalam pelaksanaan perekonomian global, dan dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.
Bagi  masyarakat Indonesia MEA dapat menjadi peluang sekaligus  tantangan. Masyarakat bisa turut serta berkompetisi dalam kegiatan ekonomi berskala global dengan mudah, tanpa adanya hambatan birokrasi antar negara yang terlalu ketat, sehingga menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional. Disisi lain masyarakat harus siap bersaing dengan jutaan pekerjaan asing yang memiliki kualifikasi tinggi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari banyaknya tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia karena banyak juga masyarakat Indonesia yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diluar negeri. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) sampai dengan tahun 2015 terdapat 705.608 warga Indonesia yang menjadi TKI diluar negeri (BPS, 2016, Hlm. 109). Kekhawatiran seharusnya muncul ketika masyarakat Indonesia belum siap berkompetisi dengan tenaga asing karena minim keterampilan dan pendidikan yang rendah. Dalam hal ini perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan berbagai lembaga pendidikan agar tercipta sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan mumpuni sehingga siap untuk berkompetisi dalam MEA. Disisi lain pemerintah juga harus memaksimalkan SDM Indonesia yang sudah profesional agar tidak berpaling ke negara lain.
Masalah lain yang harus dihadapi Indonesia adalah pengangguran. Hasil survei angkatan kerja nasional (sakernas) menyatakan bahwa sampai dengan tahun 2015 terdapat 7.560.822 orang yang pengangguran dari 122.380.021 orang yang dinyatakan angkatan kerja (BPS, 2016, Hlm. 90). Hal tersebut seharusnya mendorong Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja, membuka akses pasar dunia secara profesional, dan pemberdayaan sumber daya manusia yang unggul.
Pengembangan sumber daya manusia dilakukan dengan jalan pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan, walaupun demikian jumlah sumber daya manusia yang berpendidikan tinggi masih bisa dikatakan sedikit, padahal seiring dengan berjalannya waktu kebutuhan akan sumber daya manusia yang profesional dan berpendidikan akan semakin tinggi. Menurut survei yang dilakukan oleh BPS tahun 2015 terdapat 10.210.481 orang yang berpendidikan diatas jenjang diploma tiga (D-III) dan 9.556.895 diantaranya aktif bekerja (BPS, 2016, Hlm. 94). Data tersebut menunjukan bahwa 92,60% orang yang pendidikan tinggi telah mendapatkan pekerjaan.
Disaat persaingan global muncul maka Indonesia harus mampu menyamakan kualifikasi  dengan negara lain dalam berbagai bidang khususnya pendidikan. Kini negara lain mulai meningkatkan standar kualitas pendidikannya karena tuntutan zaman yang semakin tinggi. Besar kemungkinan di masa yang akan datang standar minimal pendidikan bagi tenaga kerja adalah sarjana dan juga tidak menutup kemungkinan untuk menjadi seorang pekerja white collar minimal pendidikannya harus pascasarjana (S2 atau S3).
Salah satu pendidikan tinggi yang tidak kalah pentingnya dalam pemberdayaan sumber daya manusia adalah pendidikan pascasarjana. Terdapat banyak lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pascasarjana. Survei tahun 2015 dari kemenristek dan kementerian agama terdapat 176 PTN dan 3.742 PTS yang tersebar di Indonesia. (BPS, 2016, hlm. 149). Walaupun tidak semua perguruan tinggi yang ada di Indonesia menyelenggaran pendidikan pascasarjana, setidaknya angka tersebut menjelaskan kepada kita bahwa terdapat banyak sekali lembaga pendidikan yang bertanggung jawab menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan profesional.
Memberdayakan manusia bukanlah perihal yang mudah namun tidak sulit untuk dilakukan. Pengembangan sumber daya manusia memerlukan perencanaan yang matang, sasaran, serta pengawasan secara berkelanjutan. Menurut Stewart (1994, hlm. 140) terdapat lima hal dasar dalam pemberdayaan sumber daya manusia khususnya pemberdayaan melalui pendidikan tinggi, diantaranya adalah Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time (SMART). Lima hal ini menjadi dasar dalam memberdayakan manusia yang berkaitan dengan peran strategis pendidikan khususnya pendidikan pascasarjana dalam menghasilkan sumber daya manusia yang unggul.
Specific (spesifik)
Berkompetisi di era MEA semua langkah dan rencana harus dibuat secara jelas dan spesifik. Bila sampai salah langkah maka Indonesia akan dengan cepat tersaingi dengan negara lain. Sesuatu yang spesifik dapat mempermudah langkah kita dalam pergaulan di kancah MEA. Langkah-langkah yang jelas dan spesifik inilah yang menjadi dasar dalam pengembangan sumber daya manusia.
Pendidikan pascasarjana memiliki peran yang cukup spesifik dalam membangun bangsa. Kebanyakan SDM yang lulus adalah ia yang mampu melakukan pemecahan masalah dengan tepat, melakukan indentifikasi masalah dengan cepat, dan mampu berpikir lebih baik di bidangnya masing-masing. Pendidikan pascasarjana memiliki spesifikasi dalam berbagai bidang ilmu yang nantinya akan menciptakan spesialisasi pekerjaan yang berbeda satu sama lain. Menurut Conway (2011, hlm. 26) dalam hal perekonomian jauh lebih baik dengan membagi pekerjaan dan berspesialisasi dalam hal yang dapat kita kerjakan paling baik. Spesialisasi dalam pekerjaan diperlukan dalam menghadapi ekonomi modern abad ke-21. Secara tidak langsung pendidikan pascasarjana merupakan salah cara dalam pemberdayaan manusia yang terspesialisasi dan memiliki tujuan yang spesifik.
Measurable (dapat diukur)
Bagaimanapun kita tidak bisa memungkiri bahwa di era MEA segala sesuatu diukur dengan angka dan angka adalah salah satu ukuran yang dijadikan  pembanding antar negara. Measurable atau sesuatu yang dapat diukur, dapat membantu kita dalam menentukan kesuksesan yang telah dicapai dengan jelas, sekaligus menjadi pembanding ketercapaian dengan negara lain. Pendidikan pascasarjana diharapkan mampu menyelesaikan berbagai masalah dengan tindakan konkrit. Mampu menangani suatu masalah tidak hanya sekedar memberi jawaban iya atau tidak, tetapi mampu berkontribusi lebih dalam upaya menyelesaikan masalah dan memperbaiki keadaan. Misalnya saja melalui berbagai penelitian kelangkaan bahan bakar minyak dapat diatasi dengan ditemukannya sumber energi baru, yang berdampak pada peningkatan angka indeks kesejahteraan rakyat. Pendidikan pascasarjana memberikan hasil penelitian yang jelas dan terukur dalam pengembangan berbagai bidang di Indonesia.


Achievable (dapat dicapai)
Guna menghadapi MEA kita tidak harus terburu-buru mengambil target yang terlalu tinggi, lebih baik kita mengambil tindakan selangkah demi selangkah dengan pasti. Dimulai dari langkah kecil oleh masing-masing individu sampai dengan langkah besar dengan skala global, dengan demikian masyarakat Indonesia dapat melangkah pasti mencapai tujuan demi tujuan. Bicara soal ketercapaian dalam dunia pendidikan, Indonesia harus belajar dari masa lalu. Beberapa tahun yang lalu Karla C. Shippely menyebutkan hasil penelitiannya bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang pernah mengalami kemunduran ekonomi menjadi contoh negara yang kurang seimbang dalam strategi pendidikan, hal tersebut disebabkan oleh keinginan yang melebihi kemampuan (2002, hlm. 117). Seiring dengan berjalan waktu pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan pascasarjana mulai didesain dengan pembelajaran yang kompetitif dan memenuhi validitas (dibuat tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah) sehingga dapat dicapai oleh setiap individu.
Relevant (sesuai dengan kebutuhan)
Di era MEA relevansi selalu diperhitungkan, pengembangan SDM tentunya harus relevan dengan kebutuhan zaman. Pendidikan pascasarjana membentuk SDM menjadi pribadi yang fleksibel yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Pribadi yang mampu mengikuti alur zaman tanpa harus terbawa arus dan juga bisa memahami kebutuhan masyarakat sesuai dengan zamannya karena sesuatu yang tidak dibuat sesuai kebutuhan akan menjadi hal yang sia-sia.
Kehadiran pendidikan pascasarjana kiranya sesuai dengan kebutuhan zaman yang semakin lama semakin menuntut kita untuk berpendidikan tinggi. Seseorang yang berpendidikan diharapkan memiliki karakteristik yang relevan dan sejalan dengan cita-cita bangsa yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkontribusi dalam kedamaian dunia.

Timed (Waktu)
Waktu adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Jika kita tidak dapat mengejar waktu maka kita akan tertinggal dalam segala hal. Di era MEA semua berpacu pada waktu. Siapa yang diam dan tidak bergerak maka dia akan tertinggal jauh di belakang. Bagi yang tidak ingin tergerus oleh waktu maka ia harus terus bergerak cepat. Masyarakat Indonesia yang tertinggal harus segera bangkit mengejar ketertinggalannya.
Pendidikan pascasarjana berperan aktif dalam membentuk SDM yang cekatan dan tanggap terhadap perubahan. Selain dari pada itu lulusan pascasarjana  harus menjadi pribadi yang open-minded dan mampu menyelesaikan target lebih cepat atau tepat pada waktunya, karena jika tidak tepat pada waktunya akan menghasilkan suatu ketertinggalan dalam berbagai hal yang nantinya akan menimbulkan masalah baru dan tentunya dapat merugikan diri sendiri.
Peran pendidikan pascasarjana dapat dilihat dari lima langkah SMART dalam  pemberdayaan manusia melalui pendidikan tinggi. Hal tersebut tentunya dapat mendorong masyarakat untuk berkembang, bangkit, dan mengejar ketertinggalan, sehingga dapat terwujud masyarakat global yang siap bersaing di era MEA. Penulis berharap pendidikan pascasarjana dapat menjadi salah satu jenis pendidikan yang memilki kontribusi besar dalam pergaulan MEA, sehingga mendorong Indonesia menjadi negara yang maju.

Referensi :
Badan Pusat Statistik. (2016) -----
Conway, Edmund. (2011) -----
Karla C. Shippely, J.D. (2002) -----
Stewart, Aileen Mitchell. (1994) ------

No comments:

Post a Comment