Pages

Popular Posts

Monday, August 29, 2016

New Journey



Yogyakarta, Cita, dan Rindu

Sore ini Yogyakarta dilanda sendu, langit tak juga tunjukan senjanya. Awan semakin kelabu, menahan beratnya mendung. Seperti aku disini yang mencoba membendung rindu. Aku berasal dari kota yang (sebenarnya) tidak terlalu jauh dari Yogyakarta, namun aku harus berpikir sepuluh ribu kali untuk pulang ke rumah. Walau rindu, aku tetap saja harus mempertimbangkan beberapa faktor yang membuatku harus tetap bertahan disini, salah satunya adalah “cita”. Cita yang didalamnya berisi keinginan, ambisi, dan pertaruhan.
Kali pertamanya aku harus merasakan rindu karena jauh dari orang tua. Rasanya begitu berat. Sangat membebani pikiran ketika rasa cemas tiba-tiba muncul, mengingatkanku kepada seseorang yang biasa aku panggil “mama”. Saat aku masih di Bandung dan tinggal bersama mama, papa, dan adik, hidupku serba berkecukupan dengan disediakannya makanan serta fasilitas gratis lainnya. Kini saat aku harus jauh dari mereka, aku harus melakukan semua hal sendiri, dan beberapa hal yang gratis pun menjadi berbayar. Betapa perhitungannya diriku untuk urusan uang. Rasa khawatir akan “kekurangan dana” dan “merepotkan orang tua” lah yang membuat aku sebegitunya.
Aku tinggal di daerah Karangmalang, dekat dengan kampus UNY, tempat dimana aku kuliah. Aku mengambil program pascasarjana dengan program studi master Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Beberapa kesan yang ingin aku sampaikan saat pertama kali sampai di Yogyakarta adalah “panas”, “ramah”, dan “sulit kendaraan umum”. Cuaca di Yogyakarta memang cukup panas, terkadang aku harus setengah berlari agar aku tidak terlalu lama jalan dibawah terik matahari. Mau tidak mau, aku harus lebih banyak berjalan kaki karena akses kendaraan umum di Yogyakarta sangat sulit. Disini sangat sulit sekali menemukan angkutan kota (angkot), hanya terdapat mini bus yang berhentinya di shelter tertentu. Yogyakarta, kota yang cukup ramah jika dibandingkan dengan kota besar lainnya. Disini kamu bisa makan dengan menu nasi+ayam+sayur hanya dengan tiga puluh ribu rupiah sehari (untuk tiga kali makan). Menu makanan disini cukup bervariatif, namun yang menjadi ciri khas dari setiap penjual makanannya yaitu makanan yang serba di “penyet” atau di “geprek”. Ciri khas lain tempat makan di Yogyakarta yaitu harga air mineral pergelas biasanya 0 rupiah, ada juga yang mematok harga 1000 rupiah pergelasnya, dan jika kamu memesan teh maka kamu akan dibuatkan teh yang rasanya manis, berbeda dengan di Bandung yang jika kamu memesan teh maka akan dibuatkan teh yang rasanya tawar.  Hal lain yang menarik adalah kamu tidak akan kesulitan mencari tempat tinggal di Yogyakarta, hampir disetiap jalan, gang, dan pelosok (sekitaran kampus) pasti ada saja kosan yang kosong. Biaya sewa kos di Yogyakarta  cukup terjangkau yaitu kisaran 3,5 juta sampai dengan 5,5 juta untuk kamar dengan WC diluar sedangkan untuk kamar dengan WC pribadi biaya kosnya cukup mahal yaitu kisaran 7 juta sampai dengan 10 juta pertahunnya. Masalah makan dan tempat tinggal memang tergantung gaya hidup masing-masing individu.
Gaya hidup, kesederhanaan.
Tetaplah menjadi sederhana.

No comments:

Post a Comment