Pages

Popular Posts

Monday, November 14, 2016

Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum




Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kurikulum Pembelajaran




LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM

Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Ketika kita berbicara tetang masalah pendidikan maka kita sedang berhadapan dengan msalah hidup dan kehidupan manusia, sebagai mana yang dikemukakan oleh Lodge , yaitu: bahwa life is education, and cducation is life, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manisia itu adalah proses pendidikan. Bagaimanapun pengertian dari pendidikan, namun masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Semua aspek yang terkait dengan pengelolaan program pendidikan, seperti Sumber Daya Manusia (SDM) yang harus ikut terlibat, rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikn, proses pelaksanaan dan bagaimana cara untuk mengetahui hasil yang dicapai dari program pendidikan, semuanya harus didasarkan pada hasil berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Pemikiran tersebut dalam filsafat disebut sebagai pemikiran radikal (radic), yaitu hasil berpikir secara mendalam sampai keakar-akarnya.
Menurut Donald Butler dalam Nana Syaodih “Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sedangkan praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan filofofis”. Secara rinci menurut Nasution bahwa filsafat pendidikan berfungsi:

a.       Menentukan arah akan kemana siswa harus dibawa (Tujuan)
b.      Mendapatkan gambaran yang jelas hasil pendidikan yang harus dicapai
c.       Menentukan isi yang akurat yang harus dipelajari oleh para siswa
d.      Menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan
e.       Memungkinkan untuk menilai hasil yang telah dicapai secara akurat

1.      Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia,  termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.

2.      Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia, dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20 Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.

3.      Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Menurut Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
a.       Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
b.      Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat hambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c.       Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
d.      Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
e.       Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan pendidikan.

4.      Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat berubah.

5.      Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan berpikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab permasalahan-permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan pendididikan itu dirumuskan, (2) isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada siswa, (3) metode pendidikan apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, dan (4) bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik.
Jawaban atas permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistemologi, logika dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, peranan pendidik dan peserta didik. Konsep metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan terutama tujuan umum pendidikan yang rumusannya ideal dan umum; konsep hakikat manusia berimplikasi khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik; konsep tentang hakikat pengetahuan berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan; dan konsep aksiologi berimplikasi terutama terhadap perumusan tujuan umum pendidikan.
Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya terhadap pendidikan sebagai berikut:
a.      Idealisme
1)      Konsep-konsep Filsafat
a)       Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual atau rohaniah.
b)       Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional. Kemampuan berpikir menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c)       Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.
d)      Aksiologi (hakikat nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari pandangan tentang kenyataan atau metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.
2)      Konsep-konsep Pendidikan
a)      Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal, pertama-tama adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b)      Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal atau pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c)      Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogik, meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif). Cnderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
d)     Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan ilmiah. Tugas utama pendidik adalah
e)      menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efisien dan efektif.
b.      Realisme
1)      Konsep-konsep Filsafat
a)   Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau materi.
b)   Humanologi (hakikat manusia): Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir. Manusia mungkin mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c)   Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
d)  Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
2)      Konsep-konsep Pendidikan
a)      Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial
b)      Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsure-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan kemmapuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
c)      Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan sebuah metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realism.
d)     Peranan peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan pembelajaran, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mendidik, dan memiliki kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
c.       Pragmatisme
1)      Konsep-konsep Filsafat
a)      Metafisika (hakikat realitas): Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan adalah berubah (becoming).
b)      Humanologi (hakikat manusia): Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial. Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial.
c)      Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan.
d)     Aksiologi (hakikat nilai): Ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini berarti tidak ada nilai yang absolut.
2)      Konsep-konsep Pendidikan
a)      Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hidup.
b)      Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang menghilangkan pemisahan antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c)      Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi kondisi-kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan, Pengetesan melalui suatu eksperimen.
d)     Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit yang mampu tumbuh. Peranan pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati , di bawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
  1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi pada masa lalu.
  2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
  3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
  4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
  5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memilki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme. Landasan filosifis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa.
Akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah, dalam mengembangkan kurikulum pengembang tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu mempertimbangkan falsafah yang lain, antara lain: falsafah Negara, falsafah lembaga pendidikan, dan stap pengajar atau pendidikan.  Hampir tidak ada pada diri seseorang yang menganut keempat aliran tersebut bersamaan berdasarkan kondisi dan situasi tempat yang berbeda. Seseorang bisa saja idealis dalam melaksanakan perintah agama, realis dalam penelitian ilmiah, pragmatis dalam menghadapi problemakemasyarakatan, dan eksistensialis dalammerealisasikan dirinya, namun mereka tidak bisa menggunakannya secara bersama-sama untuk satu bidang.


DAFTAR PUSTAKA

____________. (2012). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://www.sarjanaku.com/2012/01/dasar-dasar-pengembangan-kurikulum. html.

____________. Unit-2 Landasan Kurikulum. [Download]. Tersedia: http://pjjpgsd. dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/RevisiBahanAjarCetak/BACPengkurSD/UNIT-2PRINSIPLANDASANKURIKULUM.pdf.

Masitoh, dkk. Hand Out Revisi Landasan Pengembangan Kurikulum. [Download]. Tersedia:http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.PEDAGOGIK/196007071986012-OCIHSETIASIH/HandOtLANDASAnPENGKURREVISI.pdf.

Muhtar, Zulkifli. (2011). Makalah Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://blogzulkifli.wordpress.com/2011/06/06/makalah-landasan-pengembangan-kurikulum/.