Pages

Popular Posts

Saturday, August 29, 2015

Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013

DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS 
KURIKULUM 2013

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Pembaharuan dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar
Dosen Pengampu : Drs. Solihin Ichas Hamid, M.Pd


Disusun Oleh :
Aprilia Safitri 1101357
Eli Meivawati 1102992
Nuraeni Derawati 1100399
Nurhayati Sukamto 1106132
Sintawaty 1105957

Semester 7 Konsentrasi IPS
PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara besar yang sedang berkembang dalam berbagai bidang. Pendidikan menjadi salah satu bidang yang terus menerus dikembangkan. Tanpa adanya usaha dalam bidang pendidikan, kemajuan bagi Indonesia niscaya menjadi hal yang sulit, karenanya kini tidak boleh ada lagi warga negara Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Pendidikan di Indonesia harus bisa dinikmati oleh semua orang. Seperti yang tertera dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 1 yang menegaskan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memeroleh pendidikan yang bermutu.”
Pendidikan dalam sudut pandang yang luas mengartikan bahwa pendidikan merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Dari mulai lahir sampai dengan berakhirnya waktu, sebagai manusia kita akan terus menerus memperoleh pendidikan. Entah itu pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan yang didapat dari berbagai pengalaman kehidupan. Peran pendidikan dalam kehidupan seseorang sangatlah penting. Dimana pendidikan dapat mengembangkan akhlak, sikap, pengetahuan, dan membentuk pola pikir seseorang. Semua hal tersebut kini diejawantahkan dalam kurikulum baru yang disebut dengan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 disajikan agar pendidikan selaras dengan perkembangan zaman. Dimana kemajuan IPTEKS (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) harus diimbangi dengan IMTAQ (Iman dan Taqwa). Pada jenjang pendidikan dasar kurikulum 2013 menekankan kepada aspek afektif dimana iman dan taqwa dikembangkan. Namun dibalik semua kebaikan yang ada dalam kurikulum 2013, masih banyak pelaksana dan pengembang kurikulum yang bingung dengan desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Kajian lebih lanjut dari para ahli kurikulum dan pendidikan memang sangat diperlukan agar kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu penulis akan membahas desain sistem pembelajaran dalm konteks kurikulum 2013 dalam makalah ini yang sebelumnya telah dikaji dari literatur terkait dengan kurikulum 2013.

B. Rumusan masalah
Melihat latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa hakikat desain sistem pembelajaran?
2. Bagaimana mengembangkan desain sistem pembelajaran?
3. Bagaiman mendesain pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013?

C. Tujuan penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan mahasiswa pada khususnya, serta seluruh masyarakat pada umumnya. Secara terperinci tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan hakikat dan pengertian desain sistem pembelajaran.
2. Menjelaskan cara mengembangkan desain sistem pembelajaran.
3. Mendesain pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013.

D. Manfaat penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan kemampuan pendidik dalam mendesain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, meningkatkan kemampuan menulis karya tulis dan sebagai kajian mengenai desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013.
2. Pembaca, sebagai media informasi, referensi, maupun bahan kajian mengenai desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013.

E. Metode penulisan
Guna mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis mempergunakan metode kepustakaan. Pada metode ini, penulis membaca buku dan literatur yang berhubungan dengan penulisan makalah. Makalah ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu penulis menguraikan permasalahan dan mengungkapkan pembahasan mengenai solusi dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya.

F. Sistematika penulisan
Penulisan makalah ini dimulai dengan menetukan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode, dan sistematika makalah yang terdapat pada bab I mengenai pendahuluan. Bab II  merupakan bab dimana pembahasan akan diuraikan secara jelas. Adapun pembahasan dibagi menjadi tiga pokok bahasan yaitu hakikat desain sistem pembelajaran, mengembangkan desain sistem pembelajaran, dan mendesain pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Makalah ini akan ditutup dengan bab III mengenai kesimpulan dan saran.





BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Desain Sistem Pembelajaran
Pembelajaran merupakan serangkaian aktivitas terencana yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan tertentu di bawah bimbingan, arahan dan motivasi guru. (Depdiknas, 2008 : 156). sejalan dengan pengertian ini pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan asal-asalan melainkan harus dilakukan secara terencana baik.proses merencanakan pembelajaran ini tidak hanya dimulai menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) melainkan merupakan proses sistematis yang dilakukan dari tahap penentuan kebutuhan hingga menguji keefektifan desain sistem pembelajaran yang dikembangkan. Proses menyeluruh dalam mengembangkan pembelajaran ini lebih jauh dikenal dengan istilah pengembangan desain sistem pengembangan pembelajaran. Hasil akhir pengembangan desain sistem pembelajaran ialah suatu model pembelajaran tertentu yang generik, komprehensif, dan sistematis.
Dick, Carey, dan Carey (2009) menyatakan bahwa pengembangan desain pembelajaran merupakan seperangkat kegiatan yang meliputi perencanaan, pengemvangan, dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang dikembangkan sehingga setelah mengalami beberapa kali revisi; desain sistem pembelajaran tersebut dapat memuaskan  hati pengembangnya. Pengembangan desain pembelajaran adalah teknik pengelolaan dalam mencari pemecahan masalah-masalah pembelajaran atau, setidak-tidaknya, dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperoleh pendidikan.
Lebih lanjut, Dick, Carey dan Carey (2009) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sistematis. Mereka memandang pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran sebab istilah instructional design (ID) mengacu pada instructional system development (ISD) yaitu tahap analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Desain pembelajaran merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan sistem pembelajaran. (Abidin, 2013 : 40) Pendekatan sistem pembelajaran berpandangan lebih produktif untuk semua tujuan instruksional sebab setiap komponen bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen pembelajaran seperti guru, peserta didik, materi, kegiatan pembelajaran, sistem penyajian materi, evaluasi, dan kinerja lingkungan belajar saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil belajar siswa sesuai dengan yang dikehendak. Oleh sebab itu, desain sistem pembelajaran meliputi tahapan perencanaaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
Morrison, Ross dan Kemp (2007) mendefinisikan desain pembelajaran merupakan suatu proses desain yang sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan efesien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan metode-metode manajemen. Berdasarkan pendapat ini dapat dikemukakan bahwa desain berarti sebagai proses perencanaan yang sistematika yang dilakukan sebelum tindakan pengembangan atau pelaksanaan sebuah kegiatan. Desain pembelajaran dimulai dari kegiatan analisis yang digunakan untuk menggambarkan masalah pembelajaran sesungguhnya yang perlu dicari solusinya. Setelah dapat menentukan masalah yang sesungguhnya maka langkah selanjutnya adalah menetukan alternatif solusi yang akan digunakan untuk mengatasi masalah pemebelajaran. Tujuan desain pembelajaran adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, sustu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.
Berbicara tentang pengembangan desain pembelajaran, telah ada beberapa model yang ditawarkan para ahli. Salah satu model yang paling bnayak dibicarakan adalah model Dock, Carey dan Carey. Model ini terdiri dari 10 langkah pengembangan desain sistem pembelajaran. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick dan Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick dan Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Dalam pengembangan desain sistem pembelajaran, model Dick, Carey dan Carey sebenarnya dipengaruhi oleh konsep condition of learning hasil penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama akli pada tahun 1965.  Tiga proyek utama yang dihasilkan oleh Gagne yaitu: (1) instructional events, (2) types of learning outcomes, (3) internal conditions and external conditions. Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain sistem pembelajaran (Gagne, 1985).
Model pengembangan desain sitem pembelajaran Dick, Carey dan Carey menekankan pada aspek revisi atau perbaikan yang menyeluruh pada setiap tahapan pengembangan model desain sistem pembelajaran. Bertemali, dengan hal ini model Dick, Carey dan Carey merupakan model pengembangan desain sistem pembelajaran yang bersifat prosedural. Oleh sebab itu model ini dipandang memiliki keunggulan anatar lain berikut ini:
1. Alur pengembangan model jelas, rinci dan komprehensif.
2. Langkah pengembangan model bersifat reflektif kritis.
3. Model desain sistem pembelajaran dikembangkan diuji coba dalam situasi pembelajaran yang berjenjang dari tahap terbatas, luas, hingga uji validasi.
Model sistem pembelajaran Dick, Carey dan Carey  digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Pengembangan model desain sistem pembelajaran tidak hanya diperoleh dari teori dan hasil penelitian namun juga dari pengalaman praktis yang diperoleh dari lapangan. Implementasi model desain sistem pembelajaran ini menerapkan proses yang sistematis dan menyeluruh. Hal ini dibutuhkan untuk menciptakan desain sistem pembelajaran yang mampu digunakan secara optimal dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran.
Selain model sistem pembelajaran Dick, Carey dan Carey adapula model desain sistem pembelajaran Rothwell dan Kazanas (dalam Abidin, 2013 : 42). Model ini memandang bahwa suatu pembelajarn harus dilaksanakan berdasarkan peningkatan kinerja bekerja atau profesi seseorang di lingkungan organisasi tertentu. Pembelajaran disusun berdasarkan hasil analisis terhadap tempat bekerja, rumusan pekerjaan dan tugas serta analisis pembelajar. Dalam model ini komponen disajikan dengan menggunakan kata kerja tertentu secara konsisten.
Model Rothwell dan Kazanas memiliki keunggulan yaitu komponen atau sub sistem yang lengkap sehingga pembelajaran merupakan upaya optimal yang sengaja dirancang agar proses belajar berlangsung efektif. Model ini cocok digunakan untuk mendesain proses belajar di suatu organisasi dan dapat digunakan untuk program pelatihan dan oleh karenya sangat tepat digunakan oleh para ahli pembelajaran. Adapun kekurangan model ini yaitu memerlukan waktu yang cukup lama dalam perumusan tahapan demi tahapannya. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa model ini sangat kompleks dan penuh detail-detail sehingga model ini kurang diminati pendidik. Model ini membutuhkan ketelitian dan tingkat analisis yang baik, agar terhindar dari kesalahan-kesalahan fatal yang terjadi.
Antar model Dick, Carey dan Carey dan model Rothwell dan Kazana sebenarnya memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan anatara kedua model ini adalah  bahwa kedua model ini sama-sama mengembangkan desain sistem pembelajaran secara sistematis, reflektif dan evaluatif. Sehingga tahapan pengembangan model ini bersifat mendasar dan sisitematis yang ditandai dengan adanya komponen evaluasi formatif, revisi, dan evaluasi sumatif. Sedangkan perbedaannnya adalah model Dick, Carey dan Carey menekankan aspek revisi  atau perbaikan pembelajaran yang menyeluruh dan seluruh tahapan pengembangan model desain pembelajaran sekolah dan kegiatan revisi ini dilakukan dalam batas tugas seorang pengajar. Sdedangkan model Rothwell dan Kazanas  lebih menekankan pengembangan desain pembelajaran berdasarkan peningkatan kinerja atau profesi seseorang dalam lingkungan organisasi tertentu sehingga apa yang dilakukan dalam pembelajaran disusun berdasarkan hasil analisis terhadap tempat bekerja, rumusan pekerjaan dan tugas serta analisis pemelajar.
Model pengembangan desain pembelajaran yang lainnya adalah model Smith dan Ragan dan model ADDIE. Model desain pembelajaran  Smith dan Ragan (1999) memiliki kecenderungan terhadap implementasi teori pembelajaran kognitif. Langkah dan prosedur model ini difokuskan pada rancangan strategi pemeblajaran.  Daapun langkah-langkahnya sebagai berikut (1) lingkungan pembelajaran, (2) analisis karakteristik peserta (3) analisis konteks belajar (4) menulis butir tes (5) menentukan strategi pembelajaran, (6) memproduksi pembelajaran (7) melaksanankan evaluasi formatif dan (8) merevisi program. Model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate) muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda, lalu disempurnakan oleh Branch (2009). Salah satu fungsi ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis, dan mendukung kinerja pelatiahan itu sendiri. Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni (1) analysis, analisis apa yang akan dipelajari; (2) Design, merancang program pembelajaran secara menyeluruh; (3) Development, pengembangan desain menjadi cetak biri desain pembelajaran; (4) implementation, menerapkan desain yang dikembamngkan; dan (5) Evaluation, proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil atau tidak. (Branch,2009)
Berbeda dari model-model diatas yang sifat pengembangannya berorientasi pada desain sistem pembelajaran, Kemps Jerrold mengembangkan desain sistem pembelajaran dalam konteks yang lebih merujuk pada rancangan pembelajaran. Model kemp adalah sebuah pendekatan yang mengutamakan sebuah alur yang dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan program pembelajaran. Alur tersebut merupakan rangkaian yang sistematis yang menghubungkan tujuan hingga tahap evaluasi. Komponen-komponen dalam model kemps ini dapat berdiri sendiri, sehingga sewaktu-waktu tiap komponennya dapat dilakukan revisi. Menurut kemp (1985), pengembangan perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinu. Tiap-tiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut.  Pengembangan model kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen manapun.
Pada dasarnya, perencanaan dalam desain pembelajaran model kemp terdiri atas delapan langkah. Kedelapan langkah tersebut adalah (1) menentukan tujuan dan daftar topik, serta menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya; (2) menganalisis karakteristik pelajar;(3) menetapkan tujuan pembelajaran; (4) menentukan isi materi pelajaran; (5) mengembangkan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik; (6) memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran (7) mengoordinasikan dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran, dan (8) mengevaluasi pembelajaran siswa dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan. Berdasarkan tahapan yang dikembangkannnya, model ini sebenarnya lebih mirip sebagai model pengembangan perencanaan pembelajaran bukan model bertjuan untuk mengembangkan desain pembelajaran yang utuh, reflektif dan mendasar.
Model pengembangan desain pembelajaran lain yang sejalan dengan model Kemp adalah model ASSURE. Model ASSURE merupakan langkah merencanakan pelaksanaan pembelajaran di ruang kelas secara sistematis dengan memadukan penggunaan teknologi dan media. Model ASSURE menggunakan tahap demi tahap untuk membuat perancangan pembelajaran yang dapat dilihat dari mana model tersebut yaitu ASSURE yang berarti A adalah analyze learners, S berarti state standard and objectives; S yang kedua berarti select strategy, technology, media, and materials, U berarti utilize technology, media and materials; R berarti require learners participation dan E berarti evaluated and revise (Henich, R .et al, 1999)
Berdasarkan uraian tentang desain sistem pembelajaran dan desain pembelajaran di atas, desain pembelajaran lebih merujuk pada konsep desain sistem pembelajaran. Sehingga desain pembelajaran dikembangkan berdasarkan pola pengembangan model desain pembelajaran secara utuh dan komprehensif. Hal ini berarti bahwa pengembangan desain pembelajaran akan dimulai dari tahap analisis kebutuhan, analisis pembelajaran dan analisis pembelajar, penentuan tujuan pembelajaran, pengembangan instrumen penilaian, pengembangan strategi pembelajaran, pengembangan bahan ajar, dan perancangan dan pelaksanaan evaluasi model pembelajaran baik secara fdormatif sebagai dasar merevisi desaqin yang dikembangkan dan evaluasi sumatif untu menguji keberartian model desain yang dikembangkan. (dalam Abidin, 2013 : 44)
B. Mengembangkan Desain Sistem Pembelajaran
1. Analisis Pengembangan untuk Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran (Abidin, 2013 : 45)
Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran adalah langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengembangkan sebuah desain sistem pembelajaran. Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan apa yang harus dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Secara garis besar proses untuk mendapatkan informasi tentang tujuan yang diharapkan dapat dilakukan melalui model analisis awal dan akhir (front-end analysis) yang secara spesifik terdiri atas analisis performa, analisis kebutuhan, analisis pekerjaan, pengalaman praktis tentang kesulitan siswa belajar, dan beberapa konsep baru yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
Analisis performa ditujukan untuk memperoleh gambaran performa apa yang hendaknya dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Analisis performa ini akan menghasilkan serangkaian keterampilan praktis yang harus dikuasai siswa sehingga siswa menjadi lulusan yang kompeten. Analisis kebutuhan lebih berarah pada kajian atas profil lulusan seperti apa yang harus dihasilkan terutama ditinjau dari aspek intelektual, emosional, spiritual, dan karakter. Melalui profil lulusan yang komprehensif ini diharapkan pendidikan akan melahirkan sejumlah sumber daya manusia yang handal dimasa yang akan datang. Analisis pekerjaan ditujukan untuk menganalisis kebutuhan dunia kerja atas lulusan yang dihasilkan dunia pendidikan. Dengan demikian lulusan akan memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia pekerjaan. Analisis kesulitan belajar dan konsep baru yang dbutuhkan dilakukan agar pembelajaran dapat dikembangkan untuk meminimalisasi kesulitan dan kegagalan siswa sekaligus membekali siswa dengan hal-hal baru yang dapat mempermudah proses pembelajaran.

2. Melakukan Analisis Pembelajaran
Langkah kedua yang harus dilakukan dalam mengembangkan desain pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 adalah melakukan analisis pembelajaran. Menurut Dick, Carey, dan Carey (2009) analisis pembelajaran adalah suatu prosedur, yang apabila diterapkan pada suatu tujuan pembelajaran akan menghasilkan suatu identifikasi kemampuan-kemampuan bawahan yang diperlukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran utama. Seorang siswa yang ingin menguasai tujuan pembelajaran harus mengerjakan langkah-langkah tersebut. Jika dimisalkan tujuan utama pembelajaran dapat dicapai melalui lima langkah, setelah melakukan langkah 1, siswa kemudian melakukan langkah 2, lalu 3, 4, dan 5. Setelah melakukan langkah , proses akan lengkap, dan jika dilakukan dengan benar, akan dianggap sebagai demontrasi kinerja tujuan.
Berdasarkan pendapat diatas, analisis pembelajaran dilakukan untuk menetapkan sejumlah keterampilan tertentu yang harus dimiliki siswa agar mampu mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Dalam konsep Pophman (2011), keterampilan-keterampilan awal yang menunjang kompetensi akhir ini dikenal dengan istilah kemampuan belajar. Rangkaian  kemampuan belajar agar bermuara pada terbentuknya kompetensi tujuan. Kemampuan belajar itu sendiri nanti harus terukur secara tepat sehingga kompetensi akhir yang akan dikuasai terjamin ketercapaiannya.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, analisis pembelajaran dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang bagaimana mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ditetapkan melalui analisis tujuan-tujuan pembangun tujuan akhir. Dimisalkan, tujuan pembelajaran akhir adalah siswa mampu menulis puisi, guna mencapai tujuan akhir tersebut siswa harus memiliki pemahaman tentang konsep puisi, kemampuan menangkap ide, keterampilan mengolah kata dan makna, dan kemampuan menuliskan puisi dengan menggunakan format yang unik, menarik, dan bermakna. Sejalan dengan kondisi ini, pembelajaran menulis puisi harus dilakukan dengan melatih keterampilan prasyarat-prasyarat terlebih dahulu guna mencapai tujuan akhir siswa mampu menulis puisi.

3. Menganalisis siswa dan konteks pembelajaran
Selain melakukan analisis tujuan pembelajaran, hal penting yang perlu dilakukan dalam menerapkan model ini adalah analisis terhadap karakteristik siswa dan konteks pembelajaran. Kedua langkah ini dapat dilakukan secara bersamaan atau parallel. Dick, Carey, dan Carey (2009) menjelaskan bahwa analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait dengan keterampilan yang dipelajari oleh siswa dan situasi yang terkait dengan tugas yang dihadapi oleh siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Analisis terhadap karakrteristik siswa meliputi kemampuan actual yang dimiliki oleh siswa, gaya belajar, sikap terhadap aktivitas belajar, dan termasuk di dalamnya karakter serta kepribadian siswa. Identifkasi yang akurat tentang karakteristksiswa yang akan belaja dapat membantu perancang program pembelajaran dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan.
Berdasarkan konsep diatas, analisis pembelajaran ditujukan untuk mengenali profil siswa secara menyeluruh termasuk di dalamnya analisis kemampuan dan keterampilan awal, sikap, motivasi, bakat, minat , karakter dan kepribadian siswa. Analisis ini selanjutnya dikaitakan dengan kontks performasi dan konteks pembelajaran. Konteks performasi terkait dengan penyediaan media belajar, dukungan sekolah, kelaraga, dan masyarakat sertaaspek relevansi keterampilan kerja tertentu. Konteks pembelajaran terkait dengan lokasi pembelajaran, kebutuhan kondisi tertentu agar proses belajar bisa berjalan, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Berdasakan analisis mendalam ini, pembelajaran aka dirancang sejalan dengan profil siswa, konteks performasi, dan konteks pembelajaran yang relevan sehingga siswa akan mampu belajar dnegan baik dan mencapai tujuan tertentu.
Jika dikaitkan dengan teori kecerdasan majemuk, proses analisis ini akan mengkaji kecerdasan apa yang paling dominan pada diri siswa sehingga melalui pengoptimalan kecerdasantersebut pembelajaran dilakukan dan didukung oleh media, pengkreasian lingkungan, pengkreasian konteks kerja, dan polapembelajaran yang tepat. Seorang siswa yang memiliki kemampuan verbal yang menonjol misalnya, ia akan lebih banyak diberikan aktivitas verbal walaupun konsep yang akan dipelajarinya adalah konsep matematis. Sejalan dengan hal ini, guru harus menyediakan media pembelajaran dan menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat guna merangsang aa mengoptimalkan kemampuan verbalnya. Demikin pula, jika dalam kelas kebanyakansiswa memiliki kemampuan knestetik, pembelajaran dapat dilakukan melalui pengoptimalan kecerdasan kinestetik ini untuk mencapai target belajar tertentu yang tentu saja harus didukung oleh media, lingkungan, dan pola pembelajaran yang relevan dengan aktivitas kinestetik.

4. Merumuskan Tujuan Performasi
Berdasarkan hasil analisis pembelajaran, langkah selanjutnya dalam merancang desain sistem pembelajaran adalah mengembangkan tujuan performasi. Tujuan performasi adalah sebuah gambaran detail tenang apa yang akan dapat dilakukan oleh siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Di sisi lain, instructional objectives menggambarkan jenis pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang akan dipelajari oleh siswa. Tujuan performasi lebih menyarankan bagaimana siswa mampu menerapkan seluruh pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam konteks dunia nyata diluar pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran khusus ini bukan semata-mata berupa kemampuan yang bersifat konseptual melainkan lebih jauh bersifat implementasional.
Tujuan performasi pada dasarnya aalah keterampilan yang diperoleh dari kegiatan analisis pembelajaran. Tujuan-tujuan ini harus ditulis secara rnci sebab terkadang tujuan-tujuan tersebut diidentifikasikan sebagai entry behavior (masukan awal) bagi tujuan yang lainnya. Dimisalkan tujuan pembeljarannya adalah siswa mampu menulis puisi, tujuan performasi yang dimaksud adalah siswa mampu menjelaskan hakikat puisi, menyebutkan strategi yang tepat untuk dalam menangkap ide, menampilkan kemampuan mengolah kata dan makna, dan menunjukan kemampuan menuliskan puisi dengan menggunakan format yang unik, menarik, dan bermakna.
Carey, Carey, dan Dick (2009) menjelaskan bahwa dalam penyusunan tujuan diperlukan kata kerja operasional yang terukur dari masing-masing ranah (kognitif, afektif, fan psikomotor). Hal ini dilakukan agar tujuan yang ditulis mampu menggambarkan secara jelas jenis perilaku yang dirumuskan. Hal kedua yang harus dilakukan adalah menetapkan kondisi-kondisi tertentu yang menjadi bagian dari tujuan tersebut. Kondisi mengacu pada lingkungan dan sumber-sumber yang tersedia pada saat tujuan ditetapkan. Pemilihan kondisi hendaknya mempertimbangkan baik perilaku yang dicapai maupun karakteristik populasi target. Langkah terakgir adalah menentukan criteria untuk memutuskan keterampilan performa yang dapat diterima. Dalam konteks Kemp perumusan tujuan khusus ini harus memenuhi aspek ABCD audiens, behavior, condition,  dan degree.

5. Mengembangkan instrument penilaian
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan instrument penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur pencapain hasil belajar siswa. Dick, Carey, dan Carey (2009) menjelaskan bahwa pengembangan instrument penilaian hendaknya dilakukan sebelum proses pembelajaran bukan setelah proses pembelajara. Hal ini disebabkan penilaian harus benar-benar sesuai dengan tujuan performa yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, performa atau tujuan khusus yang ingin dicapai harus benar-benar sesuai dengan performa yang ingin diukur melalui penilaian. Dengan demikian, penilaian terbentuk dari item-item atau tugas-tugas performa yang langsung mengukur keterampilan yang dideskripsikan dalam satu atau lebih tujuan performa yang telah ditetapkan.
Perlu diperhatikan dalam menentukan instrument penilaian adalah bahwa instrument yang dapat mengukur performa siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan secara tepat, sahih, dan reliable. Sejalan dengan hal tersebut, instrument yang dikembangkan hendaknya beragam bergantung pada jenis tujuan khususnya yang telah dibuat. Instrument penilaian lebih lanjut hendaknya dikembangkan secara formatif sehingga skor diberikan untuk tiap langkah kerja yang dilakukan oleh siswa. Penerapan penilaian formatif ini sangat berfungsi untuk memahami capaian tujuan tahapan belajar siswa sehingga diketahui kesulitan apa yang dihadapi siswa untuk selanjutnya guru dapat memberikan solusi yang tepat berdasarkan kesulitan yang dialami siswa tersebut. Dalam kaitanya dengan tuntutan belajar abad ke-21, pengembangan instrument penilaian hendaknya bersifat otentik sehingga dapat memberikan gambaran nyata dan menyeluruh tentang kemampuan siswa dalam konteks pembelajaran maupun sebagai cermin dalam konteks kehidupan sehari-harinya.

6. Mengembangkan Strategi Pembelajaran
Langkah keenam dalam mengembangkan desain sistem pembelajaran adalah menentukan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran. Strategi yang digunakan disebut strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang dipilih hendaknya strategi pembelajaran yang bersifat konstruktivis dan kontekstual. Oleh sebab itu, strategi ini hendaknya berwujud model-model pembelajaran yang benar-benar relevan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dikembangkan sejalan dengan penilaian otentik yang akan digunakan. Oleh sebab itu, banyak ahli yang menyarankan agar pembelajaran  hendaknya dipandu oleh penilaian, bukan pembelajaran yang memandu penilaian.
Dalam memilih, menyusun, dan mengembangkan strategi pembelajaran ada beberapa hal yang diperhatikan. Beberapa hal tersebut adalah strategi berikut.
a. Strategi pembelajaran hendaknya dijiwai oleh pendekatan konstruktivis dan kontekstual.
b. Didasarkan atas teori dan penelitian terbaru
c. Berisi seperangkat aktivitas belajar yang otentik dan bukan hanya berorientasi penyampaian materi.
d. Dilandasi pengembangan karakter siswa.
e. Diorientasikan untuk mencapai tujuan belajar yang bersifat implementatif bukan sekedar tujuan yang bersifat konsep.

7. Mengembangkan Materi Pembelajaran
Langkah ketujuh dalam mengembangkan desain pembelajaran dalah mengembangkan bahan ajar atau materi pembelajaran. Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap (nilai). (Depdiknas, 2006 : 3). Atas dasar definisi ini bahan ajar dapat pula diartikan sebagai seperangkat fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan atau generalisasi yang dirancang secara khusus untuk memudahkan pengajaran. secara lebih sempit bahan ajar juga biasanya disebut sebagai materi pembelajaran. dapat juga dikatakan sebagai program yang disusun pendidik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa sebagaimana kompetensi yang telah ditetapkan.
Pengembangan bahas ajar hendaknya dilakukan sejalan dengan strategi pembelajaran atau berbasis model pembelajaran. Berdasarkan pada penelitian Ernalis, Syahruddin, dan Abidin (2012) dapat dijelaskan bahwa bahan ajar yang terbukti efektif mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter siswa adalah
a. Bahan ajar yang dikembangkan sejalan dengan model pembelajaran yang relevan.
b. Bahan ajar yang disusun berbasis aktivitas nyata para siswa
c. Bersifat inkuiri atau konstruktivis
d. Bahan ajar yang dilengkapi dengan lembar kerja proses yang menggiring siswa bekerja berdasarkan tuntunan model pembelajaran yang digunakan.

8. Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Formatif
Tujuan evaluasi formatif adalah untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan desain sistem pembelajaran yang dikembangkan. Hasil dari proses evaluasi formatif dapat digunakan sebagai masukan atau input untuk memperbaiki draf desain sistem pembelajaran. Dalam prosesnya, evaluasi formatif tidak hanya dilakukan atas temuan lapangan, melainkan juga atas dasar masukan dari para ahli.
Dick, Carey, dan Carey (2009) menyatakan ada tiga jenis evaluasi formatif  yang dapat diaplikasikan untuk mengembangkan desain sistem pembelajaran yakni sebagai berikut.
a. Evaluasi perorangan, yakni evaluasi yang dilakukan melalui kegiatan uji coba terbatas dengan minimal tiga orang siswa untuk memperoleh masukan tentang kesalahan kesalahan yang tampak dalam desain yang dikembangkan. Selain melibatkan siswa, evaluasi ini juga hendaknya melibatkan ahli agar hasil evaluasi yang dilakukan lebih terpercaya.
b. Evaluasi kelompok kecil, yakni evaluasi yang dilakukan dengan mengujicobakan desain sistem pembelajaran yang dikembangkan terhadap sekelompok kecil siswa (10-20 orang siswa). Evaluasi ini dilakukan untuk menentukan efektivitas perubahan yang telah dibuat setelah evaluasi perorangan dan mengidentifikasi masalah yang mungkin masih ada.
c. Evaluasi lapangan, yakni uji coba desain sistem pembelajaran yang dikembangkan terhadap sekelompok besar siswa (satu kelas siswa) sebelum program tersebut digunakan dalam situasi pembelajaran yang sesungguhnya.

9. Merevisi Pembelajaran
Langkah kesembilan dari proses pengembangan desain sistem pembelajaran adalah melakukan revisi terhadap draf desain sistem pembelajaran. Data yang digunakan unruk landasan revisi adalah dari evaluasi formatif yang telah dilakukan. Evaluasi formatif tidak hanya dilakukan pada draf program pembelajaran saja, tetapi juga terhadap aspek-aspek desain sistem pembelajaran yang digunakan dalam program seperti analisis pembelajaran, entry behavior, dan karakteristik siswa. Prosedur evaluasi formatif, dengan kata lain perlu dilakukan pada semua aspek program pembelajaran dengan tujuan unruk memperbaiki dan meningkatkan kualitas program tersebut.

10. Mengembangkan Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi formatif. Jenis evaluasi ini dianggap sebagai puncak dalam aktivitas model desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick, Carey, dan Carey. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dievaluasi secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh perancang. evaluasi sumatif tidak melibatkan perancang program, tetapi melibatkan penilai independen. Hal ini merupakan satu alasan untuk menyatakan bahwa evaluasi sumatif tidak tergolong ke dalam proses desain sistem pembelajaran.

C. Mendesain Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013
Pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 diyakini akan terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan jika dikembangkan secara fundamental, terperinci, komprehensif,dan reflektif-evaluatif. Bertemali debgan hal tersebut, pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 tidak dapat dilakukan dengan berasaskan untuk memenuhi kewajiban belaka, namun harus dilandasi kebesaran jiwa dan kesatuan tekad untuk mengembangkan pembelajaran bermutu, harmonis, dan bermartabat. Oleh sebab itu, pengembangkan desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 harus dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran.
Berdasarkan langkah-langkah pengembangkan desain sistem pembelajaran yang digagas Dick, Carey, dan Carey di atas, desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 harus diawali dengan kegiatan studi pendahuluan untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Berdasarkan tahapan pengembangan tersebut, guna menghasilkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 analisis kebutuhan tujuan harus dilakukan dengan mengkaji performa apa yang harus dimiliki siswa dalam kaitannya dengan tuntutan abad ke- 21. Kajian performa ini menjadi dasar bahwa pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 haruslah senantiasa di orientasikan bagi pengembangan performa siswa meliputi performa cerdas, tangkas, terampil dalam berkomunikasi, berkolaborasi, ber-IT.
Dalam kaitannya dengan analisis kebutuhan, pembelajaran dala konteks kurikulum 2013 harus mampu menghasilkan lulusan yang relevan dengan tuntutan belajar pada abad ke-21 yakni terampil belajar dan nerinovasi. Keterampilan ini dengan kemauan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan kemampuan untuk berkreativitas dan berinovasi. Ketiga keterampilan ini diyakini merupakan berkenaan dengan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan kemampuan untuk berkreatifitas dan berinovasi. Ketiga keterampilan ini diyakini merupakan keterampilan utama yang dapat menjawab berbagai tantangan hidup baik dari dimensi ekonomi,sosial, politik maupun dimensi pendidikan.
Dalam kaitannya dengan analisis pekerjaan, pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 harus diarahkan agar siswa mampuan memiliki kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan daya pikirnya sehingga mereka memiliki keterampilan hidup dan berkarier secara fleksibel dan adaptif, berinisiatif dan mandiri mampu beriteraksi sosial dan lintas budaya. Produktif dan akuntabel, serta memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab.
Berdasarkan analisis pengalaman praktis tentang kesulitan siswa belajar dalam beberapa konsep baru yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 haruslah didasarkan pada sistem pembelajaran saintifik proses, integratid dan berdiferensiasi, multisensori, multiliterasi, dan kooperatif. Guna menunjang keterlaksanaan sistem pembelajaran di atas, siswa juga harus ditingkatkan kemahirannya dalam mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai konsep baru yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
Langkah kedua yang harus dilakukan dalam mengembangkan desain pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 adalah melakukan analisis pembelajaran. Tujuan analisis pembelajaran adalah mengedintifikasi sikap, keterampilan, pengetahuan yang harus dikembangkan selama proses pembelajaran. Karena prosesnya relatif komplit, analisis pembelajaran terhadap tujuan pembelajaran umum dapat dilakukann melalui dua tahap yakni (1) menggolongkan pernyataan tujuan umum menurut jenis kapabilitas belajar dan (2) melalukan analisis lanjutann untuk mengedintifikasi keterampilan bawahan. Dalam kaitannya dengan kurikulumm 2013, tujuan utama yang harus dikembangkan meliputi tiga ranah utama yakni sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Guna mencapai ketiga tujuan utama tersebut tentu saja siswa memerlukan keterampilan bawahan misalnya keterampilan mengamati, keterampilan menanya dan keterampilan melaporkan.
Berkaitan dengan analisis pembelajaran ini, secara jelas kurikulum 2013 telah dikembangkan dengan berdasar pada standar nasional pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 35, Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Fungsi standar nasional pendidikan adalah untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
Standar Kompetensi Lulusan merupakan salah satu dari delapan standar nasional pendidikan sebagaimana yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Standar lulusan kurikulum 2013 telah diatur melalui Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Penetapan pendekatan kompetensi lulusan didahului dengan mengedentifikasi apa yang hendak dibentuk, dibangun, dan diberdayakan dalam diri peserta didik sebagai jaminan yang akan mereka capai setelah menyelesaikan pendidkannya pada satuan pendidikan tertentu. Pendekatan kompetensi lulusan menekankan pada kemampuan holistik yang harus dimiliki setiap peserta didik. Hal itu akan membawa implikasi terhadap apa yang seharusnya dipelajari oleh setiap individu peserta didik, bagaimana cara mengajarkan, dan kapan diajarkannya.
Cangkupan kompetensi lulusan satuan pendidikan berdasarkan elemen-elemen yang harus dicapai yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1
Standar Kompetensi Lulusan Holistik Kurikulum 2013
DOMAIN SD SMP SMA/SMK

SIKAP Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati +Mengamalkan
Pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif  dengan lingkungan sosial, dan sekitar, serta dunia dan peradabannya

KETERAMPIL Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji + Menalar + Mencipta
Pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan kongkret.
PENGE-
TAHUAN Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisa + Mengevaluasi
Pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan ,teknologi,seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban

Berdasarkan tabel diatas, cangkupan kompetensi lulusan secara holistik yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan lulusan dalam Dimensi Sikap :
Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalamm berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses : menerima, menjalankan, menghargai menghayati ,dan mengamalkan.
2. Kemampuan lulusan dalam Dimensi Keterampilan :
Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan berpikir dan tinfak yang efektif dan kreatif siswa dalam ranah abstrak dan kongkret. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melaui proses : mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar dan mecipta.
3. Kemampuan lulusan dalam Dimensi Pengetahuan :
Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi seni, budaya, dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses : mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, dan mengevaluasi.

Selain kompetetensi yang bersifat holistik diatas kurikulum 2013 melengkapi dengan Standar Kompetensi Lulusan berdasarkan gradasi setiap tingkat satuan pendidikan. Kompetensi lulusan satuan pendidikan SD/MI/SDLB /paket A, SMP/MTs/SMPLB/ Paket B, SMA/MA/SMK/MAK/ Paket C berdasarkan Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 diuraikan masing-masing sebagai berikut.
1. Standar Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A yang memiliki sikap, keterampilan, dan pengetahuan sebagai berikut :



Kompentensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A
DIMENSI Kompetensi Lulusan

SIKAP Memiliki perilaku yang mencerminkan setiap orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam disekitar rumah, sekolah, dan tempat bermain.

KETERAMPILAN Memiliki kemampuan berpikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan kongkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.

PENGETAHUAN Memiliki pengetahuan faktual dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradabannya terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Langkah ketiga yang harus dilakukan dalam mengembangkan desain pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 adalah menganalisis siswa dan konteks pembelajaran. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui upaya mengenali siswa secara mendalam dalam hal kemampuan dan keterampilan awal, sikap, motivasi, bakat, minat, karakter dan kepribadian siswa. Berkenaan dengan analisis konteks pembelajaran, pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 dilakukan dengan berbasis pada standar proses yang telah ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 65 tahun 2013.
Dalam Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS. Karakteristik proses pembelajaran di SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C Paket C kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik masih dipertahankan. Standar Proses pada SDLB, SMPLB, dan SMALB diperuntukkan bagi tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal.
Secara umum pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum sudah dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut capaian pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam aplikasinya, pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan saintifik proses, multiliterasi, integratif berdiferensiasi, multisensori, dan seluruh pembelajaran tersebut diwadahi oleh pembelajaran kooperatif.
Langkah keempat yang harus dilakukan dalam mengembangkan desain pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 adalah merumuskan tujuan performasi. Dalam merumuskan tujuan peformasi ini, diperlukan kata-kata kerja operasional sehingga ketercapaian tujuan umum dapat tergambarkan. Berdasarkan kenyataan bahwa tujuan umum kurikulum 2013 adalah mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa, rumusan tujuan performasi yang dikembangkan hendaknya mencerminkan gradasi ketiga tujuan tersebut. Gradasi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dicapai siswa dalam konteks kurikulum 2013 tertuang dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses yang dituangkan ke dalam tabel dibawah ini :
Sikap Pengetahuan Keterampilan
Menerima Mengingat Mengamati
Menjalankan Memahami Menanya
Menghargai Menerapkan Mencoba
Menghayati Menganalisis Menalar
Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji
- - Mencipta

Berdasarkan tabel diatas, proses pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Ada beberapa hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam mengembangkan tujuan performa dalam konteks kurikulum 2013 adalah pengembangan karakter siswa. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa sesungguhnya pendidikan karakter tetap merupakan jiwa bagi implementasi kurikulum 2013. Oleh sebab itu, tujuan yang dikembangkan dalam kurikulum 2013 juga seyogianya dilengkapi dengan tujuan karakter yang hendak dicapai. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kemendiknas (2010:4) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Senada dengan Depdiknas, Williams (Skaggs dan Bodenhorn, 2006) menyatakan bahwa “Character education is described as any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parent and community members,..help children and youth become caring, principled, and responsible”. Sejalan dengan pengertian ini pendidikan harus tetap ditanamkan pada proses pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 di semua jenjang pendidikan. Hal ini sejalan dengan Miller (2008:8) yang menyatakan bahwa “people do not automatically develop good character and, therefore, conscientious efforts must be made by youth-influencing institutions to help young people develop the essential traits and characteristics that comprise good character”.
Tentang dasar tujuan pendidikan karakter, Arthur (2003:138) mengemukakan tujuan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah adalah sebagai berikut.
a. Sebuah misi, komitmen, dan tekad yang kuat untuk mengembangkan karakter siswa.
b. Meningkatkan partisipasi staf, siswa dan orang tua dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan kualitas yang diinginkan untuk dipelihara di sekolah.
c. Meningkatkan standar kinerja akademik, proses belajar mengajar dan khususnya strategi yang mendorong berkembangnya pembelajaran kooperatif.
d. Meningkatkan standar perilaku murid yang dipahami oleh semua dan menerapkannya dalam komunitas sekolah, komunitas yang lebih luas, dan lingkungan global.
e. Dihasilkannya program penghargaan yang terencana dengan baik yang dikomunikasikan, mendorong dan memperkuat kualitas karakter, sikap, dan perilaku dari seluruh komunitas sekolah.
f. Lahirnya komitmen sekolah untuk melaksanakan pendidikan karakter secara komprehensif dan menggunakan setiap kesempatan yang tersedia untuk memperkuatnya.
Sejalan dengan pendapat Howard, et al. (2004) menyatakan bahwa pendidikan karakter memiliki nilai yang sangat penting sebab pendidikan karakter adalah upaya untuk mempersiapkan individu untuk membuat penilaian dan bertindak secara etis yaitu untuk melakukan apa yang menurutnya seharusnya dilakukan. Lebih lanjut, Howard, et al. (2004) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan alat vital untuk mempersiapkan siswa di sekolah dalam menghadapi isu-isu politik dan tantangannya tersendiri. Sejalan dengan simpulan ini, Stein, et al. (2000:3) menyatakan “Just as we all know that children reach academic benchmarks when we give them sufficient time and natural opportunities to construct and use their knowledge and skills, we all know that students need the same time and opportunity to develop character and conduct.”
Berdasarkan beberapa uraian diatas bahwa pendidikan karakter merupakan hal tidak dapat dipisahkan dari kurikulum 2013 harus tetap merupakan sarana pendidikan karakter bagi siswa. Oleh karena itu, tujuan performasi yang dikembangkan dalam desain sistem pembelajaran kurikulum 2013 tetap harus mencantumkan karakter sebagai salah satu tujuan performasi yang harus dicapai siswa.
Langkah kelima dan seterusnya yang harus dikembangkan dalam mendesain sistem pembelajaran dalam kurikulum 2013 yaitu pengembangan penilaian otentik, pengembangan srategi pembelajaran, dan pengembangan bahan ajar. Pada bagian akhir juga akan diberikan gambaran bagaimana menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam konteks kurikulum 2013.  (dalam Abidin, 2013 : 61-62)



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pengembangan desain pembelajaran merupakan seperangkat kegiatan yang meliputi perencanaan, pengemvangan, dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang dikembangkan sehingga setelah mengalami beberapa kali revisi; desain sistem pembelajaran tersebut dapat memuaskan  hati pengembangnya. Pengembangan desain pembelajaran adalah teknik pengelolaan dalam mencari pemecahan masalah-masalah pembelajaran atau, setidak-tidaknya, dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperoleh pendidikan.
Pengembangan desain pembelajaran akan dimulai dari tahap analisis kebutuhan, analisis pembelajaran dan analisis pembelajar, penentuan tujuan pembelajaran, pengembangan instrumen penilaian, pengembangan strategi pembelajaran, pengembangan bahan ajar, dan perancangan dan pelaksanaan evaluasi model pembelajaran baik secara formatif sebagai dasar merevisi desaqin yang dikembangkan dan evaluasi sumatif untu menguji keberartian model desain yang dikembangkan.
Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 harus diawali dengan kegiatan studi pendahuluan untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Langkah kedua yang harus dilakukan dalam adalah melakukan analisis pembelajaran. Langkah ketiga yang harus dilakukan adalah menganalisis siswa dan konteks pembelajaran. Langkah terakhir yaitu merumuskan tujuan performasi. Dalam merumuskan tujuan peformasi ini, diperlukan kata-kata kerja operasional sehingga ketercapaian tujuan umum dapat tergambarkan.

B. Saran
Sebagai seorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan sudah seharusnya kita memiliki kompetensi untuk mengembangkan desain pembelajaran. Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 perlu terus dikaji agar tercipta suatu pemahaman yang nantinya membantu kita dalam mewujudkan pendidikan Indonesia yang bermutu. Guru dan para pendidik lainnya memegang peranan penting terhadap pengembangan kurikulum termasuk dalam mendesain pembelajarannya. Kita harus lebih berani dalam bertindak dan kreatif dalam berpikiran.


























DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2013. Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung : Refika Aditama
Arthur. 2003. Education with Character. New York : The Guilford Press
Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Dick, W., Carey, L., dan Carey, J.O. 2009. The Systematic Design of Instruction. New Jersey : Pearson.
Henich, R., et al. 1999. Instructional Media and Technolohies for Learning. New York : Prentice Hall
Kemendiknas. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter. Jakarta : Kemendiknas
Miller, D. 2008. Reading with Meaning : Teaching Comprehension in the Primary Grades. Portland, Maine : Stenhouse Publisher
Morrison, Ross, & Kemp. 2007. Desigining Effective Instruction. California : Jonh Wiley and Sons Inc
Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

Friday, August 21, 2015

RPP Bahasa Indonesia Kelas III (Membuat Karangan Bebas)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
PPL-P PGSD UPI KAMPUS CIBIRU

Satuan Pendidikan    : SDN Percobaan
Kelas/Semester         : 3A / Genap
Mata Pelajaran          : Bahasa Indonesia
Pokok Bahasan          : Membuat karangan bebas berdasarkan gambar seri
Hari/Tanggal             : Kamis, 5 Maret 2015
Alokasi Waktu           : 2 x 35 menit
A.       Standar Kompetensi
8. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam karangan sederhana dan puisi
B.       Kompetensi Dasar
8.1 Menulis karangan sederhana berdasarkan gambar seri menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan memperhatikan penggunaan ejaan, huruf kapital, dan tanda titik
C.        Indikator
Siswa mampu menulis karangan sederhana berdasarkan gambar seri menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan memperhatikan penggunaan ejaan, huruf kapital, dan tanda titik.
D.       Tujuan Pembelajaran
Melalui menulis kolaborasi siswa mampu menulis karangan sederhana berdasarkan gambar seri menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan memperhatikan penggunaan ejaan, huruf kapital, dan tanda titik dengan baik dan benar.
E.        Strategi Pembelajaran
1.      Pendekatan   : Konstruktivis
2.      Model                        : Model menulis kolaborasi
3.      Metode          : Tanya jawab, diskusi, penugasan
F.        Alat, Media, dan Sumber Belajar
1.      Alat                : Seperangkat papan tulis dan infokus
2.      Media             : Gambar berseri
3.      Sumber Belajar
a.       Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006
b.      Ismoyo dan Romiyatun. 2007. Aku Bangga Bahasa Indonesia, untuk Sekolah Dasar Kelas 3. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas.
G.       Materi Pembelajaran
Contoh karangan berdasarkan gambar berseri (terlampir)
H.      Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan
Deskripsi Pembelajaran
Alokasi Waktu
Kegiatan Awal
1.    Guru melakukan pengecekan kesiapan siswa secara psikis dan fisik  untuk mengikuti pelaksanaan pembelajaran lalu mengajak siswa untuk berdoa menurut agama dan keyakinan masing-masing.
2.    Siswa memeriksa kebersihan kelas dan dirinya sendiri.
3.    Guru melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa.
4.    Guru memberi motivasi belajar siswa.
Apakah kalian siap untuk belajar hari ini?
Jika siap katakan yes yes yes  siap!
Hari ini kalian harus lebih siap dan lebih semangat untuk belajar. Berikan senyum terbaikmu hari ini!
5.    guru mengajukan pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari (apersepsi)
Apakah kalian ingat dengan pembelajaran kemarin? Apa yang kalian pelajari? Apakah kalian suka menulis? Adakah yang bercita-cita ingin menjadi penulis?
6.     Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
10 menit
Kegiatan Inti
Eksplorasi
1.      Siswa mengamati gambar berseri dan contoh karangan dari gambar berseri tersebut.
2.      Guru dan siswa melakukan tanya jawab tentang gambar yang diamatinya.
Elaborasi
3.      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (4-6 orang setiap kelompok)
4.      Masing-masing kelompok dibagikan gambar berseri untuk kemudian menulis karangan tentang gambar berseri bersama kelompoknya.
Konfirmasi
5.      Beberapa kelompok menyampaikan hasil tulisannya di depan kelas.
6.      Siswa melakukan penilaian terhadap kelompok yang telah berpartisipasi
7.      Guru memberikan reward kepada kelompok terbaik.
10 menit




30 menit





10 menit
Kegiatan Akhir
1.    Siswa melakukan refleksi tentang pemahamannya dengan bertanya seputar materi yang belum dipahami.
2.    Guru memberikan kesempatan kepada siswa secara berkelompok atau individual untuk mengutarakan pendapat berupa kesimpulan atas pembelajaran yang telah dilakukan.
3.    Guru memberikan tindak lanjut berupa tugas rumah/penekanan terhadap siswa agar belajar kembali di rumah.
4.    Siswa bersiap untuk mengikuti pembelajaran berikutnya/istirahat/pulang dan berdoa bersama.
10 menit

I.         Penilaian
1.      Jenis dan bentuk penilaian
a.       Penilaian Pengetahuan              : Tes Tulis (Menulis karangan)
b.      Penilaian Keterampilan             : Unjuk kerja (Kerjasama dalam kelompok)
c.       Penampilan Sikap                       : Pengamatan
2.      Prosedur Penilaian
a.       Postes
b.      Proses
3.      Instrumen Penilaian
a.         Penilaian Pengetahuan
Menulis karangan berdasarkan gambar berseri
No
Nama Siswa
Mengetahui penggunaan tanda baca
Mengetahui penggunaan huruf kapital
Nilai











Kriteria
Nilai 1
Nilai 2
Nilai 3
Nilai 4
Penggunaan tanda baca salah
Penggunaan tanda baca sudah ada yang benar
Sebagian besar penggunaan tanda baca sudah benar
Penggunaan tanda baca benar semua
Penggunaan huruf kapital salah
Penggunaan huruf kapital sudah benar tetapi masih ada sebagian yang salah
Sebagian besar penggunaan huruf kapital sudah benar
Penulisan huruf kapital sudah sangat tepat

b.      Penilaian keterampilan
Menulis karangan dan menyampaikannya secara lisan
No
Nama Siswa
Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penulisan karangan
Menyampaikan hasil tulisannya dengan Bahasa Indonesia secara lisan
Nilai











c.       Penilaian Sikap
Daftar Ceklis
No
Nama Siswa
Saling menghargai
Tidak Terlihat
Kurang Baik
Cukup Baik
Sangat Baik